ABSTRAK
Gambaran Faktor Pendidikan, Pengetahuan, dan Pengalaman, Penyebab Tingginya Akseptor KB Suntik di BPS Ny. N Desa
Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto
Asih Kanti Wahyu K.
Kontrasepsi
suntik adalah hormon progesterone / hormon estrogen yang disuntikkan ke
pantat atau otot panggul secara IM (Intra Muscular)
setiap 3 bulan atau 1 bulan sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran penyebab utama tingginya akseptor KB suntik di BPS Ny. N Desa
Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
Dalam penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan jumlah populasi 58 responden. Metode sampling yang digunakan adalah Non
Random (Non Probability) sampling dengan
menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 34
responden. Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran faktor pendidikan,
pengetahuan, dan pengalaman penyebab tingginya akseptor KB suntik. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hasil
penelitian sebagian besar responden berpendidikan dasar sebanyak 19 orang
(56%), responden berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang (70%), dan responden
yang mengalami pengalaman buruk sebanyak 20 orang (59%).
Dari
penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh sebagai
penyebab tingginya pemakaian KB suntik adalah faktor pengetahuan. Disarankan
bagi responden untuk mau mencari informasi dan bertanya pada petugas kesehatan
mengenai KB agar KB yang digunakan bisa bekerja secara maksimal bagi dirinya
dengan aman.
Kata Kunci : KB suntik, pendidikan,
pengetahuan, pengalaman
ABSTRACT
The Description of Education Factor, Knowledge, and Experience connected to the Large Number of KB injection Acceptor
Causes in BPS Mrs N Belik Village
Trawas
Mojokerto
Asih Kanti Wahyu K.
Contraception injection is progesterone hormone or estrogen hormone which is
inseminated in to flank muscle by IM (Intra Muscular) every 3
months or once a months. This research is purposed to
know the main
cause of the large number of KB injection acceptor in BPS Mrs. N Belik Village Trawas Mojokerto.
This research use descriptive method
and the number of
population are 58 respondents.
Sampling method which
is used is the Non Random (Non
Probability) sampling. To get 34 people as samples, used purposive sampling. The variable of this research is the education factor, knowledge, and experience about the cause of large number of KB injection acceptor. Quitionaires are used for collecting the data and information.
The result of research showed that most of the respondentsts have basic education are 19 people
(56%), there are 24 less educated people (70%), and unexperienced respondentsts are(59%).
From the research, it can be concluded that the main factor of the large number of
KB injection acceptor is knowledge background. It is suggested to the respondents to ask for
information and ask to health officer the things
concern to KB to
maximalize the use and the safety of KB for theirselves.
Keyword: KB injection, education, knowledge,
experience.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar
dan distribusi yang tidak merata. Hal itu diikuti dengan masalah lain yang
lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi.
Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal itu
diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah, sehingga
penduduk lebih diposisikan sebagai beban dari pada modal pembangunan (BKKBN,
2008). Untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk pemerintah mulai
menggalakkan kembali program Keluarga Berencana Nasional dengan perubahan visi
dari mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) menjadi visi
untuk mewujudkan “keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Adapun salah satu misi yang dijalankan dalam rangka
mencapai visi tersebut adalah meningkatkan kualitas pelayana KB dan Kesehatan
reproduksi (Saifuddin, 2006).
|
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB yang salah satunya adalah penyediaan alat
kontrasepsi. Saat ini tersedia banyak metode atau alat kontrasepsi meliputi
IUD, suntik, pil, implant, kontap, kondom (BKKBN, 2004). Dari sekian banyak alat kontrasepsi yang beredar
di masyarakat alat kontrasepsi yang paling popular di Indonesia adalah kontrasepsi
suntik. Kontrasepsi suntik merupakan alat kontrasepsi yang berupa cairan
yang berisikan hormon progesterone ataupun estrogen dan progesterone yang disuntikkan
dalam tubuh wanita secara periodik (DEPKES, 2000).
Kontrasepsi suntik selain mempunyai
kelebihan juga mempunyai kekurangan. Kekurangan kontrasepsi suntik adalah
perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea
atau meningkatnya jumlah darah haid, amenorea dan keluhan-keluhan lain seperti
nyeri kepala/pusing, perasaan mual, nyeri payudara, serta peningkatan/ penurunan berat badan (Syaifuddin, 2006: MK-55). Salah
satu efek samping dari kontrasepsi suntik yang paling memberikan masalah atau
ketidaknyamanan adalah spotting,
dimana akseptor lebih cenderung merasa takut dan cemas.
Menurut data yang diperoleh dari Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan januari 2010
pencapaian akseptor KB baru yaitu 554.495 peserta, dan untuk metode per kontrasepsi pada bulan Januari
2010, jenis kontrasepsi suntik 294.468
peserta (53,11%), pil 160.401 peserta (28,93%), Intra Uterine Device (IUD)
25.195 peserta (4,63%), implant sebanyak 31.922 peserta (5,77%), Metoda Operasi Wanita (MOW) 5.408 peserta
(0,99%), Medis Operasi Pria (MOP) 643 peserta (0,12%), serta Kondom 36.458
peserta (6,57%). Sedangkan untuk wilayah
Jawa Timur pada bulan Januari 2010 terdapat pencapaian peserta KB baru sebanyak
76.422 peserta, dan untuk metode per
kontrasepsi pada bulan Januari 2010, jenis suntik 47.282 peserta (61,87%), implant
sebanyak 3.609 peserta (4,72%), pil 17.980 peserta (23,52%), Intra Uterine
Device (IUD) 3.739 peserta (4,89%), Metoda Operasi Wanita (MOW) 1.025 peserta
(1,34%), Medis Operasi Pria (MOP) 1.59 peserta (0,2%), serta Kondom 2.628
peserta (3,44%). (BKKBN 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mojokerto (BPP dan KB)
tahun 2009 didapatkan jumlah akseptor KB mencapai 14.972 orang dengan
prosentase jumlah akseptor KB suntik 52,60%, pil 14,15%, IUD 16,91%, MOW
11,69%, implant 2,91 %, kondom 1,42 %, MOP 0,28%. Dan berdasarkan data yang diambil
dari Register KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama bulan Januari sampai
Maret 2010 jumlah seluruh akseptor KB adalah 80 orang yang terdiri dari
akseptor KB suntik 3 bulan yaitu 32 (40%), dan akseptor KB suntik 1 bulan yaitu
10 (12,5%). Berdasarkan hasil kegiatan
pelayanan kasus efek samping pada bulan Desember 2009 di Jawa Timur, pelayanan
kasus efek samping yang tertinggi dari peserta KB suntik yaitu sebesar 2.672
kasus atau 54,8 %, berikutnya diikuti peserta IUD sebesar 951 kasus atau 19,5
%. Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada peserta KB kondom yaitu
sebesar 0,0 %. (BKKBN, 2009). Sedangkan data efek samping yang diambil dari
kartu status peserta KB di BPS Koriyatin
Pacet Mojokerto selama tahun 2009, kontrasepsi suntik yang mengalami spotting sebanyak 106 orang (31, 26%) dari 339
akseptor kontrasepsi suntik , amenorrhoe sebanyak 95 orang (28,02%) dari 339
akseptor.
Untuk menangani masalah spotting tersebut pada prinsipnya tidak
memerlukan pengobatan. Sehingga untuk menanggulangi terjadinya masalah spotting pada akseptor kontrasepsi
suntik, bidan diharapkan mampu memberikan konseling tentang efek samping kontrasepsi suntik dengan
sebaik-baiknya sehingga akseptor bisa memahami bahwa spotting yang mereka alami
merupakan salah satu efek samping dari pemakaian kontrasepsi suntik.
Berdasarkan
data tersebut, sangat perlu untuk dilakukan penelitian karena merupakan masalah
penelitian mengenai hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang,
maka dapat dirumuskan permasalahan : Adakah hubungan pemakaian kontrasepsi suntik
dengan terjadinya spotting?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemakaian
kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting
di BPS Ny. Koriyatin,
Amd. Keb. Desa
Kuripansari Pacet Mojokerto.
1.3.2
Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi pemakaian kontrasepsi suntik
di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
- Mengidentifikasi
terjadinya spotting pada
pemakaian kontrasepsi suntik di
BPS Ny. Koriyatin, Amd.
Keb. Desa
Kuripansari Pacet Mojokerto.
- Menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya
spotting di
BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet
Mojokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Responden
Diharapkan responden dapat memperoleh
tambahan informasi tentang penyebab terjadinya spotting selama pemakaian alat kontrasepsi suntik 3 bulan ataupun 1
bulan. Serta diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan bahan
pertimbangan dalam memilih alat kontrasepsi bagi calon akseptor KB.
1.4.2
Bagi Peneliti
Diharapkan
penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya
tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian tentang
kontrasepsi suntik.
1.4.3
Bagi Profesi Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai informasi pada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan
pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.5
Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya
meneliti tentang pemakaian kontrasepsi suntik yang
meliputi pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dan 1 bulan dengan terjadinya spotting yang
meliputi lama terjadinya spotting sedangkan
faktor-faktor predisposisi terjadinya spotting
tidak diteliti.
BAB
4
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran
Umum Lokasi Penelitian
Di
BPS Ny N di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto ini memberikan
pelayanan KIA dan KB, memiliki ruang
periksa, ruang tunggu, ruang neonatus, ruang bersalin, dan kamar mandi. Batas- batas
Geografis Desa Belik adalah
sebagai berikut :
a. Sebelah
Barat : Desa Ketapanrame
b. Sebelah
Selatan : Desa Tamiajeng
c. Sebelah
Timur : Desa Duyung
d.
Sebelah Utara :
Desa Kesiman
4.1.2 Data Umum
4.1.2.1
Usia Pemakai KB Suntik
Tabel
4.1 Karakteristik responden berdasarkan
usia pemakai KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto
pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
%
|
1
2
3
|
19
– 24 tahun
25
– 30 tahun
31
- 36 tahun
|
8
14
12
|
24
41
35
|
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data primer Juli 2010
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui
bahwa usia pemakai KB suntik hampir setengahnya adalah
usia 25 - 30 tahun sebanyak 14 responden (41%).
4.1.2.2 Jenis pekerjaan
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan para pemakai KB
suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10
Juli sampai 31 Juli 2010
No
|
Kriteria
|
Frekuensi
|
%
|
1
2
3
4
|
IRT
Swasta
Petani/ buruh
tani
PNS
|
16
9
8
1
|
47
26
23
4
|
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data primer Juli 2010
Berdasarkan
Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hampir setengahnya pekerjaan pemakai KB suntik
adalah IRT sebanyak 16 responden (47%).
4.1.3 Data Khusus
4.1.3.1
Distribusi Gambaran Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi gambaran pendidikan
akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada
10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
%
|
1.
2.
3.
|
Tinggi
Menengah
Dasar
|
3
12
19
|
9
35
56
|
jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data primer Juli 2010
Dari Tabel 4.3 dapat dianalisis
bahwa sebagian besar jumlah akseptor KB suntik berpendidikan dasar yaitu
sebanyak 19 orang (56%).
4.1.3.2
Distribusi Gambaran Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi gambaran
pengetahuan akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab.
Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
|
Pengetahuan
|
Frekuensi
|
%
|
1.
2.
3.
|
Baik
Cukup
Kurang
|
2
8
24
|
6
24
70
|
jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data primer Juli 2010
Dari Tabel 4.4 dapat dianalisis bahwa sebagian besar
akseptor memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 24 orang (70%).
4.1.3.3
Distribusi Gambaran Pengalaman
Tabel 4.5 Distribusi gambaran pengalaman
akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada
10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
|
Pengalaman
|
Frekuensi
|
%
|
1.
2.
|
Baik
Buruk
|
14
20
|
41
59
|
jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data primer Juli 2010
Dari Tabel 4.5 dapat dianalisis
bahwa sebagian besar akseptor KB suntik mengalami pengalaman buruk yaitu
sebanyak 20 orang (59%).
4.1.4.1 Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan usia
Distribusi
pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 4.6 Tabulasi Silang
Antara Pendidikan Akseptor KB Suntik berdasarkan Usia di Desa Belik Kecamatan Trawas
Kabupaten Mojokerto.
No
|
Usia
(tahun)
|
Pendidikan akseptor KB Suntik
|
Jumlah
|
||||||
Tinggi
|
Menengah
|
Rendah
|
|||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1.
2.
3.
|
19 - 24
25 - 30
31 - 36
|
1
2
0
|
12
14
0
|
4
6
2
|
50
43
17
|
3
6
10
|
38
43
83
|
8
14
12
|
100
100
100
|
Jumlah
|
3
|
9
|
12
|
35
|
19
|
56
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.6 menunjukkan bahwa 10 responden (83
%) berpendidikan rendah berusia 31 – 36 tahun.
.
4.1.4.2 Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik
berdasarkan usia
Distribusi
pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.7 Tabulasi Silang
Antara Pengetahuan Akseptor Tentang KB Suntik berdasarkan Usia di Desa Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
No
|
Usia
(tahun)
|
Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik
|
Jumlah
|
||||||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
|||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1.
2.
3.
|
19 – 24
25 – 30
31 – 36
|
0
1
1
|
0
7
8
|
1
4
3
|
13
29
25
|
7
9
8
|
87
64
67
|
8
14
12
|
100
100
100
|
Jumlah
|
2
|
6
|
8
|
24
|
24
|
70
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.7 menunjukkan bahwa 7 responden (87 %)
berpengetahuan kurang berusia 19 - 24 tahun.
4.1.4.3 Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan usia
Distribusi
pengalaman ibu tentang tumbuh KB suntik berrdasarkan usia dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.8 Tabulasi Silang
Antara Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik Berdasarkan Usia di Desa Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
No
|
Usia
(tahun)
|
Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik
|
Jumlah
|
||||
Baik
|
Buruk
|
||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1.
2.
3.
|
19 – 24
25 -30
31 – 36
|
3
5
6
|
37
36
50
|
5
9
6
|
63
64
50
|
8
14
12
|
100
100
100
|
Jumlah
|
14
|
41
|
20
|
59
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.8 dapat diketahui bahwa terdapat 14 responden berusia 25 – 30 tahun dan 9
responden (64%) mengalami pengalaman buruk dalam ber-KB.
4.1.4.4 Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan
pekerjaan
Distribusi
pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.9 Tabulasi Silang
Antara Pendidikan Akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan di Desa Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
No
|
Pekerjaan
|
Pendidikan akseptor KB Suntik
|
Jumlah
|
||||||
Tinggi
|
Menengah
|
Dasar
|
|||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1
2
3
4
|
IRT
Swasta
Petani
PNS
|
1
1
0
1
|
6
11
0
100
|
4
6
2
0
|
25
67
25
0
|
11
2
6
0
|
69
22
75
0
|
16
9
8
1
|
100
100
100
100
|
Jumlah
|
3
|
|
12
|
|
19
|
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.9 menunjukkan bahwa terdapat 1 responden yang bekerja sebagai PNS yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi.
4.1.4.5 Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik
berdasarkan pekerjaan
Distribusi
pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.10 Tabulasi
Silang Antara Pengetahuan Akseptor Tentang KB Suntik berdasarkan pekerjaan di
Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
No
|
Pekerjaan
|
Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik
|
Jumlah
|
||||||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
|||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1.
2.
3.
4.
|
IRT
Swasta
Petani
PNS
|
0
2
0
0
|
0
22
0
0
|
4
1
2
1
|
25
11
25
100
|
12
6
6
0
|
75
67
75
0
|
16
9
8
1
|
100
100
100
100
|
Jumlah
|
2
|
6
|
8
|
23
|
24
|
71
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.10 menunjukkan bahwa terdapat 1 responden yang berpengetahuan cukup dan bekerja
sebagai PNS.
4.1.4.6 Pengalaman
ibu tentang KB suntik berdasarkan pekerjaan
Distribusi
pengalaman ibu tentang tumbuh KB suntik berrdasarkan pekerjaan dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 4.11 Tabulasi Silang
Antara Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik Berdasarkan pekerjaan di Desa Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
No
|
Pekerjaan
|
Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik
|
Jumlah
|
||||
Baik
|
Buruk
|
||||||
∑
|
%
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
||
1.
2.
3.
4
|
IRT
Swasta
Petani
PNS
|
4
3
7
0
|
25
33
88
0
|
12
6
1
1
|
75
67
12
100
|
16
9
8
1
|
100
100
100
|
Jumlah
|
14
|
41
|
20
|
59
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer,
2010.
Berdasarkan Tabel
4.11 dapat diketahui bahwa terdapat 20 (59%) responden mengalami pengalaman
buruk dan 12 (75%) diantaranya bekerja sebagai IRT.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran
pendidikan akseptor KB suntik
Hasil penelitian pada Tabel 4.1
didapatkan gambaran bahwa sebagian besar jumlah akseptor KB suntik
berpendidikan dasar yaitu sebanyak 19 orang (56%), berpendidikan menengah
sebanyak 12 responden (35%), dan memiliki tingkat pendidikan tinggi sejumlah 3
responden (9%).
Berdasarkan teori bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti
Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
responden yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang baik tentang KB
Suntik dibandingkan responden yang berpendidikan rendah. Pendidikan formal responden yang sebagian
besar sekolah dasar akan lebih sulit menerima informasi yang datang dari
luar. Mereka bahkan cenderung akan
mempertahankan informasi turun temurun tentang berbagai hal daripada mereka
yang berpendidikan tinggi dan menengah.
Dari hasil penelitian di atas ternyata ada hubungan dengan teori yang
ada, yaitu makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menyerap dan memahami
apabila mendapat informasi mengenai alat kontrasepsi. Oleh sebab itu peningkatan pengetahuan ibu
melalui pendidikan nonformal oleh petugas kesehatan tentang alat kontrasepsi
sangat diperlukan untuk mengenalkan berbagai alkon KB.
4.2.2 Gambaran
pengetahuan akseptor KB suntik
Hasil analisis pada Tabel 4.2 didapatkan gambaran
bahwa lebih dari setengah akseptor KB
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai KB sebanyak 24 akseptor (70%), 8
akseptor (24%) memiliki pengetahuan yang cukup, sedangkan yang memiliki
pengetahuan baik mengenai KB hanya 2 akseptor (6%).
Berdasarkan
teori pengetahuan adalah hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan didapat tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja tetapi juga
dari informasi yang diberikan dari orang- orang yang memahami benar tentang apa
yang diinformasikannya, perilaku yang didasari atas pengetahuan, kesadaran, dan
sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila
perilaku tersebut tanpa didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003: 128).
Respopnden
dengan pengetahuan yang cukup dan tinggi tidak hanya mendapatkan pengetahuan
mengenai KB suntik dalam pendidikan formal, namun responden mendapatkan
pengetahuan itu dari pergaulan dan pengalaman. Sedangkan responden dengan
pengetahuan kurang memiliki keterbatasan pengetahuan sebagai akibat dari
sulitnya menerima masukan dan informasi baru.
4.2.3
Gambaran pengalaman akseptor KB suntik
Hasil penelitian pada Tabel 4.3 didapatkan gambaran bahwa
akseptor yang mengalami pengalaman buruk sebagian besar ada 20 akseptor (59%)
dan yang mengalami pengalaman baik sebanyak 14 akseptor (41%).
Pengalaman
merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 2002: 13). Semakin banyak
pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga akan bertambah. Belajar dari
pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku
kita (Purwanto, 2004: 47).
Banyaknya para responden yang mengalami kecemasan akibat pengalaman buruk
dikarenakan pendidikan dan pengetahuan yang kurang sehingga informasi yang
didapat atau diperoleh kurang maksimal. Meskipun
pengalaman itu tidak dialami sendiri oleh responden, tapi hal ini sangat
mempengaruhi kepercayaan responden. Saat responden mengalami pengalaman buruk,
ada dua sikap yang diambil oleh responden. Bagi responden dengan tingkat
pendidikan tinggi mereka akan mencari informasi untuk menemukan solusi terbaik.
Bagi responden dengan pendidikan rendah mereka lebih banyak mengabaikan
sehingga seringkali efek samping yang dialami akan menambah daftar pengalaman
buruk menjadi semakin buruk.
4.2.4 Gambaran Pendidikan akseptor KB Suntik
berdasarkan usia
Berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa pendidikan akseptor KB suntik berdasarkan usia sebagian besar
berusia 31 – 36 tahun (83%) berpendidikan rendah.
Berdasarkan teori bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
(Nursalam, 2001). Sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
responden yang berpendidikan dasar lebih banyak dari responden dengan
pendidikan menengah. Hal ini cukup erat kaitannya dengan tingkat kepercayaan
yang berkembang pada masyarakat bahwa seorang wanita tidak memerlukan
pendidikan formal yang berkembang pada masa itu.
4.2.4 Gambaran Pengetahuan akseptor tentang KB
Suntik berdasarkan usia
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan
akseptor KB Suntik berdasarkan usia 19- 24 tahun sebagian besar adalah
pengetahuan kurang, yaitu 7 responden (87%) dari 8 responden.
Berdasarkan teori, semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja (Supanto, 2001). Dari segi
kepercayaan pada seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya orang dari
pada orang yang belum tinggi kedewasaannya.
Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Makin tua usia seseorang makin konstruktif
dalam menggunakan coping terhadap masalah (Nursalam dan Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan
bertambahnya usia seseorang, maka tingkat pengetahuannya menjadi lebih
matang. Hal ini dibuktikan bahwa pada
saat penelitian responden yang cukup usianya lebih antusias dan lebih tanggap
tentang hal-hal yang dijelaskan terhadap maksud dari pengisian kuesioner. Hal ini dikarenakan responden yang cukup
usianya tidak canggung lagi untuk mengkomunikasikan yang berkaitan dengan KB
Suntik. Akan tetapi usia bukan faktor
utama yang menentukan pengetahuan responden tentang KB Suntik, karena dengan
usia yang cukup belum tentu berpengetahuan baik apabila tidak didukung dengan
latar belakang pendidikan yang tinggi dan masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi pengetahuan.
4.2.5 Gambaran Pengalaman ibu tentang KB suntik
berdasarkan usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14 responden berusia 25 – 30 tahun dan 9
diantaranya (64%) mengalami pengalaman buruk dalam ber-KB.
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo,
2002: 13). Semakin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga akan
bertambah. Belajar dari pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah
sikap dan tingkah laku kita (Purwanto,
2004: 47).
Bila dilihat hasil penelitian tersebut, maka semakin bertambah
umur seseorang, maka pengalaman yang diperoleh juga semakin banyak. Bila banyak
pengalaman baik yang diperoleh, maka pengalaman baik itulah yang akan
ditularkan pada orang lain. Sebaliknya pula bila banyak pengalaman buruk yang
diperoleh maka pengalaman buruk itu yang diterima oleh orang- orang
disekitarnya.
4.2.6 Gambaran Pendidikan akseptor KB Suntik
berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan
analisis data menunjukkan bahwa pendidikan responden berdasarkan pekerjaan dari
8 orang petani 6 responden (75%) berpendidikan dasar.
Berdasarkan
teori bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam,
2001). Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001). Dengan adanya pekerjaan,
seseorang akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan
yang dianggap penting dan memerlukan perhatian (Nursalam dan Pariani,
2001). Seorang wanita yang telah
memasuki lapangan kerja, mereka dengan sendirinya mengurangi waktunya untuk
mengurus rumah, balita bahkan suaminya (Yuneita, 2005).
Oleh
karena adanya hubungan antara pekerjaan dan pendidikan, responden berusaha
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Hal ini juga
akan berhubungan dengan rekan kerja mereka. Semakin tinggi pendidikan rekan
kerja mereka maka semakin banyak informasi yang mereka terima. Begitu pula
sebaliknya.
4.2.7 Gambaran
Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan
Pekerjaan
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa
12 responden (75%) dari 16 responden yang bekerja sebagai IRT memiliki tingkan
pengetahuan yang kurang mengenai KB suntik.
Dengan
adanya pekerjaan, seseorang akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk
menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian
(Nursalam dan Pariani, 2001). Seorang
wanita yang telah memasuki lapangan kerja, mereka dengan sendirinya mengurangi
waktunya untuk mengurus rumah, balita bahkan suaminya (Yuneita, 2005).
Dari
hasil penelitian diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai IRT memiliki
pengetahuan yang kurang tentang KB suntik. Hal ini dikarenakan respopnden yang
tidak bekerja memiliki wawasan yang kurang sebagai akibat dari kurangnya
pergaulan dan informasi yang diterimanya. Informasi yang diterimanya hanya terbatas
pada informasi formal.
4.2.8 Gambaran
Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan pekerjaan
Dari hasil analisa data dapat diketahui bahwa terdapat 20 (59%) responden
mengalami pengalaman buruk dan 12 (75%) diantaranya bekerja sebagai IRT.
Purwanto mengatakan semakin banyak pengalaman
seseorang maka pengetahuannya juga akan bertambah.
Belajar dari pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap dan
tingkah laku kita . Menurut Makmun,
pengalaman dapat diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan antara lain melalui proses belajar,
sebagian lagi seperti yang diperlihatkan oleh beberapa instrumen khusus
(bakat), tergantung pada perkembangan umum individu yang bersangkutan.
Hal buruk yang dialami oleh responden
merupakan efek samping dari KB Suntik. Namun bagi sebagian orang yang
kebanyakan berprofesi sebagai IRT hal tersebut tidak dihiraukan atau tidak
diatasi dan diantisipasi. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kurangnya
informasi yang diterima sebab responden lebih sering dirumah dengan keluarga
mereka dibandingkan berbagi informasi dengan akseptor KB yang lain.
BAB
5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Tingkat
pendidikan 34 akseptor sebagian besar berpendidikan dasar sebanyak 19 akseptor (56%).
2.
Tingkat
pengetahuan 34 akseptor sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang (70%).
3.
Tingkat
pengalaman 34 akseptor sebagian besar mengalami pengalaman buruk sebanyak 20 akseptor (59%).
4.
Faktor
yang paling berpengaruh pada tingginya penggunaan KB suntik adalah faktor
pengetahuan. Dari 34 responden, 24 responden (70%) memiliki tingkat pengetahuan
yang kurang mengenai KB.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan bagi para akseptor KB suntik bisa
mengetahui efek samping, keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi tersebut,
agar akseptor tidak khawatir dalam
menggunakan metode tersebut. Sehingga kontrasepsi yang dipilih merupakan
kontrasepsi yang paling aman bagi dirinya.
5.2.2 Bagi Peneliti
Diharapkan peneliti lebih meningkatkan pengetahuan
tentang kontrasepsi hormonal yaitu suntik dan faktor- faktor yang mempengaruhi
penggunaan KB.
5.2.3 Bagi Profesi Kebidanan
Bagi para bidan sebaiknya
berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan program Keluarga
Berencana dan lebih sering untuk memberikan penyuluhan tentang keuntungan,
kerugian maupun efek samping dari kontrasepsi tersebut. Agar para akseptor merasa
puas akan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan bisa memilih alat
kontrasepsi sesuai yang diinginkan. Sehingga masyarakat tidak terpaku pada
penggunaan KB suntik.
5.2.4 Bagi
Penelitian Selanjutnya
Peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan meneliti faktor
yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pil, AKBK, AKDR, MAL, vasektomi, dan
tubektomi. Memperluas sampel dan menggunakan instrument atau pertanyaan
terstruktur yang telah diuji. Dan dalam pengolahan data menggunakan analisa data
yang lebih efektif agar penelitian lebih representative untuk daerah luas.
Operasi Wanita (MOW) 5.408 peserta
(0,99%), Medis Operasi Pria (MOP) 643 peserta (0,12%), serta Kondom 36.458
peserta (6,57%). Sedangkan untuk wilayah
Jawa Timur pada bulan Januari 2010 terdapat pencapaian peserta KB baru sebanyak
76.422 peserta, dan untuk metode per
kontrasepsi pada bulan Januari 2010, jenis suntik 47.282 peserta (61,87%), implant
sebanyak 3.609 peserta (4,72%), pil 17.980 peserta (23,52%), Intra Uterine
Device (IUD) 3.739 peserta (4,89%), Metoda Operasi Wanita (MOW) 1.025 peserta
(1,34%), Medis Operasi Pria (MOP) 1.59 peserta (0,2%), serta Kondom 2.628
peserta (3,44%). (BKKBN 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mojokerto (BPP dan KB)
tahun 2009 didapatkan jumlah akseptor KB mencapai 14.972 orang dengan
prosentase jumlah akseptor KB suntik 52,60%, pil 14,15%, IUD 16,91%, MOW
11,69%, implant 2,91 %, kondom 1,42 %, MOP 0,28%. Dan berdasarkan data yang diambil
dari Register KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama bulan Januari sampai
Maret 2010 jumlah seluruh akseptor KB adalah 80 orang yang terdiri dari
akseptor KB suntik 3 bulan yaitu 32 (40%), dan akseptor KB suntik 1 bulan yaitu
10 (12,5%). Berdasarkan hasil kegiatan
pelayanan kasus efek samping pada bulan Desember 2009 di Jawa Timur, pelayanan
kasus efek samping yang tertinggi dari peserta KB suntik yaitu sebesar 2.672
kasus atau 54,8 %, berikutnya diikuti peserta IUD sebesar 951 kasus atau 19,5
%. Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada peserta KB kondom yaitu
sebesar 0,0 %. (BKKBN, 2009). Sedangkan data efek samping yang diambil dari
kartu status peserta KB di BPS Koriyatin
Pacet Mojokerto selama tahun 2009, kontrasepsi suntik yang mengalami spotting sebanyak 106 orang (31, 26%) dari 339
akseptor kontrasepsi suntik , amenorrhoe sebanyak 95 orang (28,02%) dari 339
akseptor.
Untuk menangani masalah spotting tersebut pada prinsipnya tidak
memerlukan pengobatan. Sehingga untuk menanggulangi terjadinya masalah spotting pada akseptor kontrasepsi
suntik, bidan diharapkan mampu memberikan konseling tentang efek samping kontrasepsi suntik dengan
sebaik-baiknya sehingga akseptor bisa memahami bahwa spotting yang mereka alami
merupakan salah satu efek samping dari pemakaian kontrasepsi suntik.
Berdasarkan
data tersebut, sangat perlu untuk dilakukan penelitian karena merupakan masalah
penelitian mengenai hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang,
maka dapat dirumuskan permasalahan : Adakah hubungan pemakaian kontrasepsi suntik
dengan terjadinya spotting?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemakaian
kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting
di BPS Ny. Koriyatin,
Amd. Keb. Desa
Kuripansari Pacet Mojokerto.
1.3.2
Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi pemakaian kontrasepsi suntik
di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
- Mengidentifikasi
terjadinya spotting pada
pemakaian kontrasepsi suntik di
BPS Ny. Koriyatin, Amd.
Keb. Desa
Kuripansari Pacet Mojokerto.
- Menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya
spotting di
BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet
Mojokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Responden
Diharapkan responden dapat memperoleh
tambahan informasi tentang penyebab terjadinya spotting selama pemakaian alat kontrasepsi suntik 3 bulan ataupun 1
bulan. Serta diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan bahan
pertimbangan dalam memilih alat kontrasepsi bagi calon akseptor KB.
1.4.2
Bagi Peneliti
Diharapkan
penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya
tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian tentang
kontrasepsi suntik.
1.4.3
Bagi Profesi Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai informasi pada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan
pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.5
Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya
meneliti tentang pemakaian kontrasepsi suntik yang
meliputi pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dan 1 bulan dengan terjadinya spotting yang
meliputi lama terjadinya spotting sedangkan
faktor-faktor predisposisi terjadinya spotting
tidak diteliti.
0 komentar:
Posting Komentar