ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI
IKAN GABUS (Ophiocephalus Striatus) DENGAN KESEMBUHAN LUKA JAHITAN POST SECTIO
CAESARIA DI BPS Ny. AIDA HASNANI NUHU, AMd. Keb
DESA
BERU KECAMATAN DAWAR BLANDONG
KABUPATEN
MOJOKERTO
INDAH
SETYOWATI
Ikan
gabus berkhasiat mempercepat proses penyembuhan luka, termasuk di dalamnya luka
post SC. Sebab kandungan utama ikan gabus adalah protein atau
albuminnya yang cukup tinggi. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan
antara mengkonsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka jahitan post SC di BPS Ny. Aida Hasnani Nuhu,
AMd. Keb. Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto.
Desain penelitian post test only
control group design. Penelitian dilaksanakan pada 25 Juli – 30 September
2010 menggunakan lembar observasi. Populasinya semua ibu post SC sebanyak 34 orang dan dengan teknik total sampling didapatkan sampel sebanyak 34 ibu post SC. Variabel bebasnya konsumsi ikan
gabus dan variabel tergantungnya kesembuhan luka jahitan post SC. Setelah data terkumpul lalu dianalisis menggunakan Chi square test.
Hasil penelitian menunjukkan setengah responden diberikan ikan gabus
sebanyak 17 orang (50,0%) dan sebagian besar kelompok perlakuan mengalami
kesembuhan luka jahitan post SC akut (<7 hari) sebanyak 12 orang
(70,6%) serta hampir seluruh kelompok kontrol mengalami kesembuhan luka jahitan
post SC kronis (>7 hari) sebanyak
14 orang (82,4%). Hasil uji statistik menunjukkan P = 0,006 < α = 0,05, maka H0 ditolak artinya terdapat
hubungan antara konsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka jahitan post SC.
Konsumsi ikan gabus mempercepat penyembuhan luka jahitan post SC sebab kandungan
utama ikan gabus adalah protein atau albumin yang cukup tinggi.
Kesimpulannya konsumsi ikan gabus dapat mempercepat penyembuhan luka
jahitan post SC, yaitu luka lebih cepat sembuh dalam waktu <7 hari
(akut). Ibu post SC harus lebih memperhatikan asupan makanan tinggi protein untuk
proses penyembuhan, misalnya dengan mengkonsumsi ikan gabus. Bidan dapat menggunakan
ikan gabus sebagai terapi alternatif penyembuhan luka jahitan operasi,
khususnya post SC.
Kata kunci: ikan gabus, luka jahitan, post
Sectio Caesarea
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN CORK FISH CONSUMPTION WITH THE HEALING OF
STITCHES WOUND IN BPS Ny. AIDA HASNANI NUHU, AMd. Keb. BERU VILLAGE DAWAR BLANDONG MOJOKERTO
INDAH SETYOWATI
Research
design is post test only control group design. The research was done on 25 July
to 30 September 2010 by using observation sheet. The population is all post SC
mothers as much as 34 people and with total sampling technique, 34 samples could
be obtained. The independent variable is the consumption of cork fish, while
the dependent variable is the stitches wound healing post-SC. Once collected,
the data were analyzed using the Chi square test.
The
results showed half of respondents are given cork fish as much as 17 people
(50.0%) and most of treated group experienced stitches wound healing post SC as
acute (<7 days) for about 12 people (70.6%) and almost all of control
group experienced healing of stitches wounds post SC as chronic (> 7 days)
of 14 persons (82,4%). Statistical analysis showed P = 0.006 < α = 0.05, H0
is rejected it means there is a relation between cork fish consumption with the
healing of stitches wound of post SC mother.
Cork fish consumption could accelerate the healing of stitches wound
because the main content of the fish is quite high protein or albumin.
The conclusion is cork fish efficacious
to accelerate the process of healing wounds, especially the healing of stitches
wound post SC in <7 days (acute). Post SC mothers should
pay more attention to high protein food intake to further the healing process, e.g.
eating cork fish. Midwives can use cork fish as an alternative therapy for suture
wound healing, especially post-SC.
Key words: cork fish, stitches wound, post Sectio Caesarea
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah
caesar adalah sekitar 10% sampai 15%, dari semua proses persalinan di
negara-negara berkembang. Pada tahun 2003, di Kanada memiliki angka 23%, Britania
Raya 20% dan Amerika Serikat 23%, dengan berbagai pertimbangan sering kali
proses bedah caesar dilakukan bukan kerena komplikasi medis saja, melainkan
permintaan dari beberapa pasien dikarenakan tidak ingin mengalami nyeri waktu
persalinan normal (Wikipedia, 2009). Angka kejadian SC di RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, tahun 1999-2000 menyebutkan bahwa 30% dari 404
persalinan perbulan merupakan persalinan SC (Kasdu, 2003). Penelitian Bensons
dan Pernolls yang dikutip oleh Safitri (2008) menjelaskan dimana angka
kesakitan dan kematian ibu pada tindakan SC lebih tinggi dibandingkan
persalinan normal, dimana angka kematian pada operasi SC adalah 40-80 tiap
100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar
dibandingkan persalinan normal. Nyeri yang dirasakan ibu post SC berasal dari luka yang terdapat dari perut (Kasdu, 2003). Nyeri
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Tingkat dan keparahan nyeri
paska operasi terganggu pada fisiologis
dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner dan
Suddart, 2002). Berdasarkan data yang diperoleh di BPS Aida Hasnani Nuhu, AMd. Keb
Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong pada bulan April 2010 jumlah ibu post SC yang mengalami luka jahitan ada
15 orang, 11 orang ibu post SC
(73,3%) mengalami penyembuhan yang sempurna dan 4 orang ibu post SC (26,6%) mengalami penyembuhan
yang tidak sempurna. Pada bulan Mei 2010, jumlah ibu post SC yang mengalami luka jahitan ada 11 orang, 7 orang ibu post SC (63,6%) mengalami penyembuhan
yang sempurna dan 4 orang ibu post SC
(36,4%) mengalami penyembuhan yang tidak sempurna. Dari bulan April-Mei 2010
ada 26 orang ibu post SC, 18 orang yang
mengkonsumsi ikan gabus secara teratur post
SC dan 8 orang yang tidak mengkonsumsi ikan gabus secara teratur atau tidak
sama sekali post SC. Data terakhir
dari BPS adalah sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005.
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan yang banyak digunakan oleh
masyarakat, karena kandungan utama dalam ikan gabus adalah protein atau
albuminnya yang cukup tinggi. Sedangkan salah satu faktor proses percepatan
penyembuhan luka jahitan post SC
yaitu membutuhkan protein tinggi yang terdapat pada ikan gabus. Referensi
pendukung memperlihatkan kukusan ikan gabus dapat juga menyembuhkan penderita
hipoalbumin (rendah albumin) yang diikuti komplikasi penyakit seperti
hepatitis, TBC, diabetes (www.sariikankutuk.com/2007).
Menurut Eddy Suprayitno, selama ini untuk mengobati luka bakar dan pasca
operasi digunakan serum human albumin yang diproduksi dari darah manusia. Untuk
mengobati luka pasca operasi dibutuhkan 3 ampul serum albumin, Rp. 1,3 juta per
ampulnya. Dengan meminum ekstrak ikan gabus, pasien hanya membutuhkan 24
kilogram ikan gabus untuk menyembuhkan luka operasi atau luka bakar. Malah
menurut Eddy, luka dapat sembuh 3 hari lebih cepat ketimbang menggunakan serum
albumin. Jika harga sekilo ikan gabus Rp. 20.000,
total biaya tak lebih dari Rp. 500.000. Maka dari itu menggunakan dan
mengkonsumsi ikan gabus sangat dianjurkan untuk proses mempercepat kesembuhan
luka post SC.
Fenomena tradisi mengkonsumsi ikan gabus post SC (pasca operasi) menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih jauh tentang hubungan antara konsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka
jahitan post SC di BPS Ny. Aida
Hasnani Nuhu, AMd. Keb. Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto.
1.2.
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara mengkonsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka
jahitan post SC di BPS Ny. Aida Hasnani
Nuhu, AMd. Keb. Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto?
1.3.
Tujuan
Penelitian
1.3.1.
Tujuan
umum
Mengetahui
hubungan antara mengkonsumsi ikan gabus
dengan kesembuhan luka jahitan post
SC di BPS Ny. Aida Hasnani Nuhu, AMd. Keb. Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong
Kabupaten Mojokerto.
1.3.2.
Tujuan
khusus
a. Mengidentifikasi
konsumsi ikan gabus
di BPS Ny. Aida Hasnani Nuhu, AMd. Keb Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong
Kabupaten Mojokerto.
b. Mengidentifikasi
kesembuhan luka jahitan post SC di
BPS Ny. Aida Hasnani Nuhu, AMd. Keb Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong
Kabupaten Mojokerto.
c. Menganalisis
hubungan antara mengkonsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka
jahitan post SC di BPS Ny. Aida
Hasnani Nuhu, AMd. Keb Desa Beru Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto.
1.4.
Manfaat
Penelitian
1.4.1.
Bagi
responden
Agar
ibu post SC mengetahui secara jelas
kegunaan atau manfaat dari ikan gabus
sebagai kebutuhan dalam proses penyembuhan luka jahitan post SC.
1.4.2.
Bagi
peneliti
Peneliti
ini dapat lebih memahami masalah yang dikaji “hubungan antara konsumsi ikan
gabus dengan kesembuhan luka jahitan post
SC”, sehingga peneliti dapat memberikan pengetahuan ini
kepada khalayak umum, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
1.4.3.
Bagi
profesi kebidanan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan tentang fungsi, kegunaan dan manfaat ikan gabus sehingga mencegah
terjadinya infeksi post SC dan
membantu proses penyembuhan.
BAB
4
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian
Gambaran
lokasi penelitian
Bidan
Praktik Swasta Ny. Aida Hasnani Nuhu, AMd. Keb. terletak di Desa Beru Kecamatan
Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto yang berbatasan dengan sebelah utara Desa
Karangwuni, sebelah selatan jalan raya, sebelah barat persawahan dan sebelah
timur Desa Gayam. BPS ini memiliki fasilitas antara lain 1 ruang balai
pengobatan untuk pasien berobat, kemudian ada 1 ruang VK atau ruang bersalin
dan 1 ruang kamar inap. Jumlah tempat tidur ada
2 dan 1 untuk tempat tidur bersalin, 2 kamar mandi. Jumlah tenaga kesehatan ada
2 orang. Terdiri dari 1 orang bidan dan 1 orang asisten.
Data
umum
a. Karakteristik
responden berdasarkan umur.
1. Kelompok
perlakuan.
Tabel
4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden
kelompok perlakuan
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
|
<20 tahun (risiko tinggi)
20-35 tahun (risiko rendah)
>35 tahun (risiko tinggi)
|
5
9
3
|
29,4
52,9
17,7
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui sebagian
besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 9 orang (52,9%).
2. Kelompok
kontrol
Tabel 4.2 Distribusi
frekuensi berdasarkan umur responden kelompok kontrol
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
|
<20 tahun (risiko tinggi)
20-35 tahun (risiko rendah)
>35 tahun (risiko tinggi)
|
6
7
4
|
35,3
41,2
23,5
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui hampir
setengah dari responden berumur 20-35 tahun sebanyak 7 orang (41,2%).
b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan.
1. Kelompok
perlakuan.
Tabel 4.3 Distribusi
frekuensi berdasarkan pendidikan responden kelompok perlakuan
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
|
Tidak sekolah/tamat SD
SD
SMP
SMA
Akademi/PT
|
1
2
10
4
0
|
5,9
11,8
58,8
23,5
0
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui sebagian
besar responden berpendidikan SMP sebanyak 10 orang (58,8%).
2. Kelompok
kontrol
Tabel 4.4 Distribusi
frekuensi berdasarkan pendidikan responden kelompok kontrol
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
|
Tidak sekolah/tamat SD
SD
SMP
SMA
Akademi/PT
|
2
2
8
5
0
|
11,8
11,8
47,0
29,4
0
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui hampir
setengah dari responden berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (47,0%).
c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan.
1. Kelompok
perlakuan.
Tabel
4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan
responden kelompok perlakuan
No
|
Pekerjaan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
|
Ibu rumah tangga
Petani
Swasta
Wiraswasta
PNS
|
6
2
2
5
2
|
35,3
11,8
11,8
29,4
11,8
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui hampir
setengah dari responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (35,3%).
2. Kelompok
kontrol
Tabel
4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan
responden kelompok kontrol
No
|
Pekerjaan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
|
Ibu
rumah tangga
Petani
Swasta
Wiraswasta
PNS
|
8
1
5
2
1
|
47,0
5,9
29,4
11,8
5,9
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui hampir
setengah dari responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (47,0%).
Data
khusus
a. Konsumsi
ikan gabus.
Tabel
4.7 Distribusi frekuensi konsumsi ikan gabus
No
|
Konsumsi
ikan gabus
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
|
Diberikan
Tidak diberikan
|
17
17
|
50,0
50,0
|
|
Total
|
34
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui setengah
dari responden diberikan ikan gabus untuk dikonsumsi sebanyak 17 orang (50,0%).
b.
Kesembuhan
luka jahitan post SC.
1. Kelompok
perlakuan.
Tabel
4.8 Distribusi frekuensi kesembuhan luka
jahitan post SC kelompok perlakuan
No
|
Kesembuhan luka jahitan post SC
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
|
Akut
Kronis
|
12
5
|
70,6
29,4
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui sebagian
besar responden mengalami kesembuhan luka jahitan post SC akut (<7
hari) sebanyak 12 orang (70,6%).
2. Kelompok
kontrol
Tabel
4.9 Distribusi frekuensi kesembuhan luka
jahitan post SC kelompok kontrol
No
|
Kesembuhan luka jahitan post SC
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
2
|
Akut
Kronis
|
3
14
|
17,6
82,4
|
|
Total
|
17
|
100
|
Sumber:
Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui hampir
seluruh dari responden mengalami kesembuhan luka jahitan post SC kronis (>7 hari) sebanyak 14 orang (82,4%).
c. Hubungan
antara mengkonsumsi ikan gabus
dengan kesembuhan luka jahitan post
SC.
Tabel
4.10 Tabulasi silang antara konsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka
jahitan post SC
Konsumsi
ikan gabus
|
Kesembuhan luka jahitan post SC
|
Total
|
||||
Kronis
|
Akut
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|
Tidak diberikan
|
14
|
82,4
|
3
|
17,6
|
17
|
100
|
Diberikan
|
5
|
29,4
|
12
|
70,6
|
17
|
100
|
Total
|
19
|
55,9
|
15
|
44,1
|
34
|
100
|
Sumber: Data primer tahun 2010
Berdasarkan Tabel
4.10 diketahui responden yang tidak diberikan ikan gabus untuk dikonsumsi,
hampir seluruhnya mengalami kesembuhan luka jahitan post SC kronis (>7 hari) sebanyak 14 orang (82,4%). Sebaliknya
responden yang diberikan ikan gabus untuk dikonsumsi, sebagian besar mengalami
kesembuhan luka jahitan post SC akut
(<7 hari) sebanyak 12 orang (70,6%).
Hasil uji statistik
dengan Chi square test dengan koreksi
Yates pada α = 0,05 mendapatkan nilai P = 0,006, karena P < α,
maka H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara konsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka jahitan post SC.
Pembahasan
Konsumsi
ikan gabus
Berdasarkan Tabel
4.7 diketahui setengah dari responden diberikan ikan gabus untuk dikonsumsi
sebanyak 17 orang (50,0%). Konsumsi ikan gabus salah satunya dilatarbelakangi
oleh umur. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui
sebagian besar responden kelompok perlakuan berumur 20-35 tahun sebanyak 9
orang (52,9%), sedangkan pada Tabel 4.2 diketahui hampir setengah dari
responden kelompok kontrol berumur 20-35 tahun sebanyak 7 orang (41,2%).
Pemberian
ikan gabus pada kelompok perlakuan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan
luka post SC. Sebab ikan gabus
merupakan salah satu jenis ikan yang kandungan utamanya adalah protein atau
albuminnya yang cukup tinggi. Sedangkan salah satu faktor proses percepatan
penyembuhan luka jahitan post SC
yaitu membutuhkan protein tinggi yang terdapat pada ikan gabus. Kandungan
protein ikan gabus juga lebih tinggi daripada bahan pangan yang selama ini
dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam, maupun daging sapi.
Karena kandungan inilah, ikan gabus memiliki manfaat atau kegunaan yang sangat
tinggi untuk mempercepat penyembuhan luka jahitan post SC. Konsumsi ikan gabus salah satunya dilatarbelakangi oleh
umur responden. Umur yang cukup matang menyebabkan responden pada kelompok
perlakuan yang mendapatkan ikan gabus mampu menyadari pentingnya mengkonsumsi
ikan gabus sebagai alternatif pengobatan yang mempercepat penyembuhan luka
jahitan yang dialaminya. Hal
ini mempengaruhi pula ketaatannya dalam mengkonsumsi ikan gabus selama
penelitian.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prof.
DR. Dr. Nurpudji A. Taslim dari Universitas Hasanuddin, Makasar yang
menunjukkan kadar albumin pasien di RS Wahidin Sudiro Husodo Makasar, Sul-Sel,
meningkat tajam setelah beberapa kali mengkonsumsi ikan gabus. Penelitian
serupa juga pernah dilakukan pada bagian bedah RS Umum Dr. Saiful Anwar Malang.
Hasil uji coba tersebut menunjukkan albumin dari kadar
yang rendah (1,8 g/dl) menjadi normal. Penelitian yang dilakukan di Universitas
Hasanudin juga menunjukkan pemberian ekstrak ikan gabus
selama 10-14 hari dapat meningkatkan kadar albumin darah 0,6-0,8 g/dl. Albumin merupakan protein yang paling banyak terkandung
dalam plasma ikan gabus, sekitar 60 % dari total plasma, atau 3,5 sampai 5,5
g/dl (www.sariikankutuk.com/2007). Jika dikaitkan dengan umur, menurut Smeltzer
(2002: 495) menyatakan bahwa penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia
muda daripada orang tua. Orang yang sudah tua tidak dapat mentorerir stres
seperti trauma jaringan atau infeksi.
Jadi konsumsi ikan gabus merupakan salah satu alternatif
untuk mempercepat penyembuhan luka jahitan paska operasi, khususnya post SC.
Hal ini disebabkan kandungan utamanya adalah protein atau albuminnya yang cukup
tinggi.
Kesembuhan luka jahitan post SC
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui sebagian besar responden pada kelompok
perlakuan mengalami kesembuhan luka jahitan post SC akut (<7 hari)
sebanyak 12 orang (70,6%), sedangkan berdasarkan Tabel 4.9 diketahui hampir
seluruh dari responden pada kelompok kontrol mengalami kesembuhan luka jahitan post SC kronis (>7 hari) sebanyak 14
orang (82,4%). Kesembuhan luka jahitan post SC dilatarbelakangi oleh faktor
pendidikan dan pekerjaan responden. Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui sebagian
besar responden berpendidikan SMP sebanyak 10 orang (58,8%), sedangkan pada Tabel
4.4 diketahui hampir setengah dari responden berpendidikan SMP sebanyak 8 orang
(47,0%). Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui hampir setengah dari responden
kelompok perlakuan adalah ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (35,3%), sedangkan
pada Tabel 4.6 diketahui hampir setengah dari responden kelompok kontrol adalah
ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (47,0%).
Tingkat
pendidikan responden pada kedua kelompok adalah SMP. Namun responden pada
kelompok perlakuan telah mendapatkan informasi bahwa ikan gabus mampu mempercepat
penyembuhan luka post SC. Informasi
mampu meningkatkan pemahaman responden, sehingga responden dapat melaksanakan
prosedur yang ditetapkan dengan baik. Hal ini membuat responden pada kelompok
perlakuan mengalami kecepatan penyembuhan luka yang lebih baik daripada
kelompok kontrol. Ditinjau dari segi pekerjaan ibu, meski pada kedua kelompok
sama-sama merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja, namun pada kelompok
perlakuan mendapatkan ikan gabus yang diberikan oleh peneliti. Sehingga mereka tidak harus mengeluarkan biaya untuk
konsumsi ikan gabus. Dengan mengkonsumsi ikan gabus yang diberikan peneliti
secara rutin selama 1 minggu, maka responden pada kelompok perlakuan dapat
memperoleh manfaat dari ikan gabus tanpa harus mengenluarkan biaya. Hal ini
yang membedakan kecepatan penyembuhan luka jahitan pada kedua kelompok.
Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca operasi SC sangat menentukan lama
penyembuhan luka jahitan. Apabila pengetahuan ibu
kurang terlebih masalah makan-makanan yang dikonsumsi maka penyembuhan luka pun
akan berlangsung lama. Pengetahuan salah satunya dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya
dalam perilaku dan gaya
hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan,
khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita
dan Fallah, 2004).
Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyembuhan luka
adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktivitas sehari-hari pasca
operasi. Jika ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi
penyembuhan luka jahitan berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam
merawat diri (Smeltzer, 2002: 493). Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga
menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan
yang rendah sumber energi terutama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan
sayur-sayuran. Kenaikan pendapatan menyebabkan kenaikan variasi konsumsi
makanan baik yang berasal dari hewan, gula, lemak, minyak dan makanan kaleng
(Suhardjo, 2008: 47). Penduduk miskin biasanya mengkonsumsi makanan yang lebih
murah dan menu biasanya tidak (kurang) bervariasi. Sebaliknya pada penduduk
yang berpenghasilan tinggi, umumnya mengkonsumsi makanan yang harganya lebih
tinggi, akan tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin tercapainya gizi
yang baik (Suhardjo, 2007: 21).
Meski tingkat pendidikan responden hanya SMP, namun responden pada kelompok
perlakuan telah mendapatkan informasi yang mampu meningkatkan pengetahuan bahwa
ikan gabus mampu mempercepat penyembuhan luka post SC, sehingga responden dapat melaksanakan prosedur yang
ditetapkan dengan baik. Di sisi lain, meski responden kelompok perlakuan hanya
sebagai ibu rumah tangga, namun mereka dapat merasakan manfaat ikan gabus untuk
mempercepoat penyembuhan luka tanpa mengeluarkan biaya, sehingga luka jahitan
mereka dapat sembuh lebih cepat.
Hubungan antara mengkonsumsi ikan gabus
dengan kesembuhan luka jahitan post
SC
Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui responden yang tidak diberikan ikan gabus
untuk dikonsumsi, hampir seluruhnya mengalami kesembuhan luka jahitan post SC kronis (>7 hari) sebanyak 14
orang (82,4%). Sebaliknya responden yang diberikan ikan gabus untuk dikonsumsi,
sebagian besar mengalami kesembuhan luka jahitan post SC akut (<7 hari) sebanyak 12 orang (70,6%). Hasil
uji statistik dengan Chi square test
dengan koreksi Yates pada α = 0,05 mendapatkan nilai P = 0,006, karena P < α, maka H0
ditolak artinya terdapat hubungan antara
konsumsi ikan gabus dengan kesembuhan luka jahitan post SC.
Karena kandungan ikan gabus yaitu protein atau albumin yang tinggi untuk
mempercepat penyembuhan luka, menyebabkan responden dari kelompok perlakuan
mengalami penyembuhan luka yang lebih cepat yaitu < 7 hari
dibandingkan dengan responden dari kelompok kontrol.
Khasiat yang paling terkenal untuk ikan gabus adalah mempercepat proses
penyembuhan luka. Membantu pemulihan luka dalam maupun luar, karena sifatnya
memperbaiki jaringan organ tubuh yang melepas radikal bebas. Penyembuhan luka
adalah panjang waktu proses pemulihan pada kulit karena adanya kerusakan atau
disintegritas jaringan kulit. Respons vascular
dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cidera (Somantri,
2007). Albumin merupakan protein yang paling banyak terkandung
dalam plasma ikan gabus, sekitar 60 % dari total plasma, atau 3,5 sampai 5,5
g/dl (www.sariikankutuk.com/2007).
Jadi
kandungan utama ikan gabus, yaitu protein menyebabkan proses penyembuhan luka
dapat berjalan lebih cepat, yaitu selama <7 hari, dimana luka menjadi
lebih cepat kering, tidak memerah, tidak nyeri dan tidak bengkak.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Setengah
dari responden yaitu pada kelompok perlakuan diberikan ikan gabus untuk
dikonsumsi yaitu sebanyak 17 orang (50,0%).
2.
Sebagian
besar responden kelompok perlakuan (yang diberikan ikan gabus) mengalami
kesembuhan luka jahitan post SC akut
(<7 hari) sebanyak 12 orang (70,6%), sedangkan hampir seluruh
responden kelompok kontrol (yang tidak diberikan ikan gabus) mengalami
kesembuhan luka jahitan post SC
kronis (>7 hari) sebanyak 14 orang (82,4%).
3.
Ada
hubungan antara konsumsi ikan gabus
dengan kesembuhan luka jahitan post
SC pada P = 0,006 < α = 0,05.
Saran
5.2.1 Bagi
responden
Diharapkan responden lebih memperhatikan asupan makanan yang bergizi untuk
proses penyembuhan selanjutnya, terutama yang memiliki kandungan protein
tinggi, sehingga dapat lebih cepat memperbaiki sel-sel tubuh yang mengalami
luka akibat operasi salah satunya dengan lebih rutin mengkonsumsi ikan gabus.
5.2.2 Bagi
peneliti
Diharapkan peneliti lebih memahami mengenai proses penelitian dan dapat
menerapkan hasil penelitian ini kelak saat melakukan praktik di lapangan kerja
pada masyarakat, khususnya ibu post
SC baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.2.3 Bagi
profesi kebidanan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi
profesi kebidanan untuk menggunakan ikan gabus sebagai terapi alternatif
penyembuhan luka jahitan operasi, khususnya post SC.
5.2.4 Bagi
penelitian selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan inspirasi bagi penelitian
dan peneliti selanjutnya juga dapat lebih menyempurnakan lagi metode yang
digunakan, sehingga hasilnya lebih akurat dan dapat dijadikan sebagai salah
satu terapi alternatif bagi pasien post operasi.
0 komentar:
Posting Komentar