ABSTRAK
Hubungan
Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Terhadap Status Gizi Bayi (0-6
Bulan) Di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging
Kabupaten
Mojokerto
Iffah
Mazidah
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak
bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia
dini, terutama pemberian ASI Eksklusif. MP-ASI dianjurkan diberikan saat usia
bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum memiliki
enzim untuk mencerna makanan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status
gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
Jenis
penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah bayi usia 0-6 bulan yang mendapatkan MP-ASI dini di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto yang sesuai dengan kriteria
inklusi. Jumlah sampel sebanyak 34 bayi. Penarikan sampel menggunakan simple random sampling. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner untuk mengetahui usia pemberian MP-ASI dini dan
lembar observasi untuk mengetahui
keadaan status gizi bayi (0-6 bulan) yang memenuhi kriteria. Variabel
dalam penelitian ini adalah usia pemberian MP-ASI dini dan status gizi bayi
(0-6 bulan).
Berdasarkan hasil penelitian dari 34 responden, pemberian
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22 (64,7%) dan status gizi baik sebanyak 24
(70,6%). Analisis data menggunakan uji Chi-square
diperoleh hasil r : 0,005 (a < 0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima artinya ada
hubungan antara usia pemberian MP-ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6
bulan).
Berdasarkan hasil penelitian ini pemberian MP-ASI dini
akan memberikan dampak yang tidak baik dikemudian hari, sehingga pemberian informasi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu tentang MP-ASI perlu ditingkatkan dengan cara
penyuluhan pada saat penimbangan di posyandu.
Kata kunci : MP-ASI, status gizi
ABSTRACT
The
Correlation of Giving Early Weaning Food of Breastfeeding to Baby Nutrient Status (0-6) at Curahmojo
Village, Pungging District of
Mojokerto
Regency
Iffah
Mazidah
Basic
capital of qualified human being formation is started during the baby on
pregnancy and completed with breastfeeding in early age, mainly giving
exclusive breastfeeding. The food giving can be an important factor. In fact,
yet wrong food giving is also still found to the babies and the food giving can
be wrong if it is given too early or late. Weaning food of breastfeeding is suggested to be given when the
baby is 6 months old. If they are under 6, the baby’s digestion system still
doesn’t have enzyme to digest the food. The purpose of this research is to know
the correlation of giving early weaning
food of breastfeeding to baby nutrient status (0-6) at Curahmojo
Village, Pungging District of Mojokerto Regency.
The
type of this research is analytic observational with Cross Sectional
approach. The sample of this research is the baby who still get giving early weaning food of breastfeeding at
Curahmojo Village, Pungging District of Mojokerto Regency and who are
appropriate with inclusive criteria. The total sample is 34 babies. The sample
is taken by using random sampling. The instrument used is questionnaire to know
age of early weaning food of breastfeeding
and observation paper to know the condition of baby nutrient status (0-6).
Based
on the research from 34 respondents, the giving early weaning food of breastfeeding at age of 4-6 months is 22 (54,7%) and good nutrient status 24
(70,6%). The data analysis using Chi-Square is obtained r : 0,005 (α < 0,05) so H0
is rejected, H1 is received. It means there is correlation of giving
early weaning food of breastfeeding
to baby nutrient status (0-6) at Curahmojo Village, Pungging District of
Mojokerto Regency.
Based
on the result of the research in giving early
weaning food of breastfeeding has not good effect in later days, so the
giving of health information to increase mother’s knowledge about weaning food of breastfeeding is needed
to be increased by illuminating during weighing at integrated care centre.
Key
words : Weaning food of breastfeeding,
Nutrient Status.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak
bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia
dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi
sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Konferensi Hak-Hak Anak tahun 1990 antara
lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak
anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan juga merupakan hak asasi bayi yang
harus dipenuhi oleh orang tuanya (Depkes RI, 2002:1). Dalam menjalani
pertumbuhan dan perkembangan tentu saja anak memerlukan bantuan dari lingkungan
sekitarnya. Ada berbagai faktor yang menghambat ataupun yang mendukung.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari luar ataupun dari dalam anak itu
sendiri, salah satu faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak adalah nutrisi yang didapat anak (Supartini, 2004). Nutrisi yang adekuat
dan seimbang, merupakan kebutuhan akan asuh yang penting. Nutrisi adalah
termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh besar (Narendra, 2002:13).
Pemberian makanan juga menjadi faktor penting, namun terdapat fakta bahwa masih
ditemukannya pemberian makanan yang salah pada bayi dan pemberian makanan pada
bayi dianggap salah apabila pemberian makanan pendamping yang terlalu dini
ataupun lambat (Sulistijani dan Herlianty, 2004).
Data yang menunjukkan kasus kekurangan gizi menurut
sensus WHO, 40% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak dibawah lima
tahun di negara berkembang berkaitan dengan
malnutrisi (Ariani, 2009). Data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menunjukkan bahwa ada 170 anak mengalami
gizi kurang diseluruh dunia, sebanyak 3 juta anak diantaranya meninggal tiap
tahun akibat kurang gizi, 30 % dari angka kejadian tersebut akibat dari
pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat (kurang dari 6 bulan)
atau terlalu terlambat (lebih dari 6 bulan) (Abiyasa, 2009). Berdasarkan data
statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879
penduduk Indonesia, di jelaskan bahwa 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita
gizi buruk dan penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak dibawah usia lima
tahun (balita) juga didapatkan sebanyak 64% bayi diberikan makanan pendamping
pada umur kurang dari 6 bulan, sedangkan bayi yang diberikan ASI Eksklusif
sampai umur 6 bulan hanya 36% dari seluruh bayi yang ada. Dari 64% bayi yang
diberikan makanan pendamping tersebut, sebanyak 14% diberi makanan pendamping
pada usia dibawah dua bulan, sebanyak 46% diberi makanan pendamping pada umur
dua sampai tiga bulan, dan 4% sisanya diberi makanan pendamping pada umur empat
sampai lima bulan (Abiyasa, 2009). Secara umum prevalensi status gizi di
Indonesia tahun 2008 adalah 5,4% balita dengan gizi buruk dan 13% gizi kurang
sedangkan menurut data di propinsi Jawa Timur tahun 2007 menunjukkan balita
yang naik berat badannya adalah 67,45% dengan target 72%.
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Curahmojo Kecamatan
Pungging Kabupaten Mojokerto bulan April 2010 diperoleh jumlah bayi 0-6 bulan
sebanyak 37 bayi. Di Posyandu Ngepung dari
10 (27%) bayi ditemukan 4 (10,8%) bayi yang menderita gizi kurang. Dari 4 bayi
tersebut 3 (8,1%) bayi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang lebih awal
yaitu sebelum bayi umur 6 bulan.
Makanan pendamping ASI dianjurkan diberikan saat usia
bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum memiliki
enzim untuk mencerna makanan tersebut. Akibatnya, pemberian makanan pendamping
ASI dapat memperberat kerja organ tubuh bayi. Usus bayi juga belum dapat
bekerja sempurna sehingga dapat menimbulkan reaksi diare, kolik dan alergi.
Sebaliknya, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan
kebutuhan bayi akan ASI menjadi berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi (Kasdu, 2007:9). Kekurangan Energi
Protein (KEP) atau status gizi buruk berdasarkan Kartu Menuju sehat (KMS)
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(Supariasa, 2002:131).
Masalah KEP pada balita disebabkan oleh berbagai hal,
faktor penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab langsung
timbulnya masalah KEP pada balita adalah adanya infeksi dan parasit, serta
konsumsi makanan yang tidak mencukupi kebutuhannya. Keadaan ini diperberat lagi
oleh berbagai faktor penyebab tidak langsung yaitu kurangnya pengetahuan ibu
tentang kesehatan. Ibu-ibu kurang menyadari bahaya pemberian makanan pendamping
ASI secara dini seperti keracunan atau alergi apabila salah dalam melakukan
pemilihan bahan atau pengolahan yang kurang baik, kemampuan alat pencernaan
bayi masih belum mampu menerimanya dan kurang hygienis bisa menyebabkan infeksi
hingga diare (Depkes, 2007).
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai
hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan
sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut,
selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan
akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya itu. (Notoatmodjo, 2005:4). Pemberian informasi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dapat dilakukan
dengan penyuluhan pada saat penimbangan di posyandu.
Berdasarkan uraian diatas, mengingat tingginya angka
kejadian gizi buruk dan besarnya pengaruh makanan pendamping ASI secara dini
terhadap status gizi. Maka peneliti ingin meneliti hubungan usia pemberian
makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.2 Rumusan
Masalah
Apakah ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI
dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging
Kabupaten Mojokerto ?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI
dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging
Kabupaten Mojokerto.
1.3.2
Tujuan khusus
1.
Mengidentifikasi
usia pemberian makanan pendamping ASI dini di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging
Kabupaten Mojokerto.
2.
Mengidentifikasi
status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten
Mojokerto.
3.
Menganalisis
hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi
bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.4 Manfaat
Penelitian
1.4.1
Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
dan menambah pengetahuan ibu sehingga tidak diberikannya makanan pendamping ASI
secara dini pada bayi (0-6 bulan).
1.4.2
Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan serta pemahaman peneliti tentang
hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi
(0-6 bulan).
1.4.3
Bagi profesi kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi petugas
kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan yang optimal pada masyarakat
serta meningkatkan mutu pelayanan kebidanan, terutama dalam hal pemberian
makanan pendamping ASI atau makanan tambahan dan gizi.
1.4.4
Bagi penelitian selanjutnya
Bahan atau sumber ini dapat digunakan sebagai referensi
untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian makanan pendamping
ASI dini pada bayi (0-6 bulan) yang berpengaruh pada status gizi.
1.5 Batasan
Penelitian
Batasan dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti
hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi
(0-6 bulan), sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi usia pemberian makanan
pendamping ASI tidak diteliti.
BAB 4
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1
Gambaran
umum lokasi penelitian
Penelitian
dilakukan di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada tanggal
20-28 September 2010 didapatkan responden ibu dan bayi sebanyak 34 responden.
Desa Curahmojo memiliki batas-batas wilayah :
1. Batas
utara : Desa Sekargadung
2. Batas
selatan : Desa Purworejo
3. Batas
timur : Desa Kutogirang
4. Batas
barat : Desa Mojorejo
Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto mempunyai 5 dusun, yaitu dusun
Ngepung, dusun Jlopo, dusun Jemirahan, dusun Gapun dan dusun Sidaran.
4.1.2
Data
umum
1.
Umur ibu
Tabel 4.1 Distribusi
Frekuensi Umur Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto
pada bulan September 2010
No
|
Umur Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
|
> 20 tahun
21-35 tahun
> 35 tahun
|
4
27
3
|
11,8
79,4
8,8
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 34 responden,
umur ibu 21-35 tahun sebanyak 27 (79,4%) responden, umur > 20 tahun sebanyak
4 (11,8%) responden dan umur > 35 tahun sebanyak 3 (8,8%) responden.
2. Pendidikan ibu
Tabel 4.2 Distribusi
Frekuensi Pendidikan Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten
Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Pendidikan Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
4.
|
SD
SMP
SMA
PT
|
2
10
19
3
|
5,9
29,4
55,9
8,8
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 34 responden,
pendidikan ibu SMA sebanyak 19 (55,9%) responden, pendidikan SMP sebanyak 10
(29,4%) responden, pendidikan PT sebanyak 3 (8,8%) dan pendidikan SD sebanyak 2
(5,9%) responden.
3. Pekerjaan ibu
Tabel 4.3 Distribusi
Frekuensi Pekerjaan Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten
Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Pekerjaan Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
IRT
Swasta
Petani
Dagang
PNS
|
7
14
4
7
2
|
20,6
41,2
11,8
20,6
5,9
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 34 responden,
pekerjaan ibu swasta sebanyak 14 (41,2%) responden, pekerjaan IRT dan dagang
masing-masing sebanyak 7 (20,6%) responden, pekerjaan petani sebanyak 4 (11,8%)
dan pekerjaan PNS sebanyak 2 (5,9%) responden.
4.1.3
Data khusus
1. Usia
pemberian makanan pendamping ASI dini
Tabel 4.4 Distribusi
Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini di Desa Curahmojo Kecamatan
Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Pemberian MP-ASI Dini
|
F
|
%
|
1.
2.
|
MP-ASI bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan
|
12
22
|
35,3
64,7
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 34 responden,
pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan sebanyak 12 (35,3%)
responden dan pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22
(64,7%) responden.
2. Status
gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.5 Distribusi
Frekuensi Status Gizi Bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging
Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Status Gizi
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
|
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
|
4
6
24
|
11,8
17,6
70,6
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa dari 34 responden,
status gizi buruk bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 (11,8%) responden, status gizi
kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6 (17,6%) responden dan status gizi baik bayi
(0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%) responden.
3.
Hubungan
usia pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.6 Distribusi Silang
Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dengan Status Gizi Bayi
(0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan
September 2010
No
|
Usia
pemberian MP-ASI dini
|
Status
gizi bayi (0-6 bulan)
|
Jumlah
|
Gizi buruk
|
Gizi kurang
|
Gizi baik
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
1.
2.
|
MP-ASI
bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI
bayi usia 4-6 bulan
|
4
-
|
33,3
-
|
-
6
|
-
27,3
|
8
16
|
66,7
72,7
|
12
22
|
100
100
|
Sumber
: Data Primer, 2010
Pada
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar pemberian makanan pendamping ASI
bayi usia 4-6 bulan dengan status gizi baik sebanyak 16 (72,7%) dan status gizi
kurang sebanyak 6 (27,3%).
Data
di atas kemudian di analisis dengan uji statistik Chi-Square, untuk mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status
gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto
diperoleh r : 0,005 (a < 0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima artinya ada
hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi
bayi (0-6 bulan).
4.2 Pembahasan
4.2.1
Usia
pemberian makanan pendamping ASI dini
Hasil penelitian pada Tabel 4.4 diketahui bahwa pemberian
makanan pendamping ASI bayi terbanyak usia 4-6 bulan sejumlah 22 (64,7%)
responden. Selain itu mayoritas responden bekerja swasta
(pabrik) yaitu sebanyak 41,2% responden.
Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa ibu kurang memberikan ASI eksklusif pada
bayinya dan sebagai penggantinya para ibu memberikan makanan tambahan terlalu
dini, dimana belum berusia enam bulan tetapi sudah diberikan makanan tambahan. Hal
ini disebabkan oleh faktor ibu bekerja, ibu yang bekerja sebagian besar tidak
mampu memberikan ASI dan menggantinya
dengan
memberikan PASI atau MP-ASI. Ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu sebagian
besar ibu memberikan MP-ASI yakni 3x sehari dengan jenis makanan yang diberikan adalah nasi ulet, biskuit dan pisang kerok.
Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah pemberian
makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi usia 6-24 bulan untuk
pemenuhan gizi setelah ASI Eksklusif (Depkes, 2007). Pemberian makanan tambahan
pada bayi sebaiknya diberikan saat usia bayi lebih dari 6 bulan atau setelah
pemberian ASI Eksklusif karena pada usia
6 bulan kebutuhan nutrisi bayi masih terpenuhi melalui ASI. Namun di Indonesia
terutama di daerah pedesaan sering dijumpai pemberian MP-ASI dini. Banyak ibu
yang beranggapan bahwa dengan diberi MP-ASI, anaknya akan mendapatkan asupan
nutrisi tambahan dan tidak akan merasa lapar lagi serta bayi tidak sering
sakit. Namun
hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian bayi yang diberi MP-ASI dini
mengalami sembelit. Makanan
pendamping ASI dianjurkan diberikan saat usia bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6
bulan, sistem pencernaan bayi belum memiliki enzim untuk mencerna makanan
tersebut. Akibatnya, pemberian makanan pendamping ASI dapat memperberat kerja
organ tubuh bayi. Usus bayi juga belum dapat bekerja sempurna sehingga dapat
menimbulkan reaksi diare, kolik dan alergi. Sebaliknya, pemberian makanan
pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan kebutuhan bayi akan ASI menjadi
berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk tumbuh kembang dan daya tahan
tubuh bayi (Kasdu, 2007:9).
Hendaknya
ibu memberikan makanan pendamping ASI setelah anak berusia lebih dari 6 bulan
karena pemberian makanan tambahan sangat diperlukan terutama untuk anak di atas
umur enam bulan yang sudah memerlukan makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan pemberian
makanan yang sesuai dengan kebutuhan anaknya sehingga akan mengurangi resiko
yang terjadi seperti sembelit. Disarankan juga bila ibu memberikan makanan pendamping ASI lebih
menekankan pemberian MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI hasil
olahan sendiri.
4.2.2
Status
gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil penelitian pada Tabel 4.5 diketahui bahwa status
gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%) responden, sebanyak 11,8% bayi dengan status gizi
buruk dan 17,6% bayi dengan status gizi kurang. Selain itu sebanyak 79,4% responden yang berumur 21-35 tahun
serta hasil penelitian juga menyebutkan 55,9% ibu berpendidikan SMA.
Masih
ditemukan status gizi buruk dan kurang pada penelitian ini dipengaruhi oleh keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli
bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan
terganggu. Selain itu keadaan status
gizi bayi baik dipengaruhi oleh umur dan pendidikan ibu, yang pada penelitian
ini umur ibu dikategorikan pada umur yang produktif dan sudah matang dalam
pemikiran pengambil keputusan. Ibu yang cukup umur akan lebih
matang atau berpengalaman dalam merawat anak. Hal ini berpengaruh dalam
mengambil keputusan untuk memberikan MP-ASI terhadap anak baik secara dini
ataupun sesuai. Pendidikan ibu yang
sebagian besar adalah SMA juga mendukung dalam kemampuan ibu untuk menerima
informasi yang berkaitan dengan kesehatan bayinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hurlock dalam buku Nursalam dan Siti Pariani (2001) yang mengungkapkan bahwa
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kepuasan seseorang akan lebih matang
dalam mengambil keputusan baik dari segi kepercayaan maupun dari segi pandangan
masyarakat. Sedangkan menurut
Nursalam (2001) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah
menerima informasi. Ibu yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi
cenderung memberikan MP-ASI sesuai kepada anaknya. Hal ini dikarenakan
seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih mudah menerima informasi
kesehatan dibanding yang berpendidikan rendah sehingga berpengaruh dalam
mengambil keputusan untuk memberikan MP-ASI terhadap anak baik secara dini
ataupun sesuai.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa, 2002:18). Berdasarkan asupan gizi akan mempunyai
status gizi yaitu status gizi kurang, status gizi seimbang (normal) dan status
gizi lebih (Ariani, 2009). Progam gizi, khususnya UPGK (Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga) telah meluas ke berbagai pedesaan di Indonesia. Dalam program ini
telah dikembangkan program penimbangan berat badan anak balita dan penggunaan
kartu menuju sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi melalui
pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan.
Hendaknya
ibu lebih menekankan pemberian ASI eksklusif pada usia ini, karena ASI mampu
mencukupi kebutuhan nutrisi anak sampai usia 6 bulan. Sedangkan untuk ibu yang
memberikan MP-ASI dini perlu diterapkan pola menu seimbang adalah pengaturan
makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan kebutuhan gizi
esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya toleran si
kecil.
4.2.3
Hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini
terhadap status gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil
pengujian dengan uji Chi-Square diperoleh hasil ada hubungan antara usia pemberian
makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan). Hasil
penelitian juga menunjukkan status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 70,6%
dan pemberian ASI ada yang masih diberikan (sering) sebanyak 38,2% serta
makanan pendamping yang diberikan berupa nasi ulet sebanyak 61,8%.
Status gizi bayi yang baik disebabkan bayi 0-6 bulan yang diberikan MP-ASI juga masih diberikan
ASI. Faktor lainnya yaitu produk pangan, jika jumlah dan jenis bahan makanan
dalam pola pangan disuatu daerah tertentu berkembang dari pangan yang telah
ditanam ditempat tersebut. Misalnya banyak menanam sayuran dan buah, maka
konsumsi sayuran hijau dan buah akan lebih banyak. Sayuran dan buah dapat
meningkatkan kualitas ASI. Sedangkan penelitian ini kebiasaan ibu memberikan
makanan pendamping berupa nasi ulet, karena nasi ulet memiliki kandungan kalori
yang tinggi dan dapat menunjang kenaikan berat badan bayi sehingga didapatkan
status gizi bayi adalah baik. Dari penelitian Cartono (2000-Skripsi) dengan
populasi 48 anak, menunjukkan usia pertama kali bayi mendapat MP-ASI 52,1% dibawah
4 bulan dan 47,9% lebih besar 4 bulan dengan status gizi terbanyak adalah baik
(41,7%). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada hubungan yang
signifikan.
Hal ini senada yang diungkapkan oleh Pudjiati (2003:30),
dengan diberikannya ASI dan MP-ASI, kebutuhan zat gizi bayi 0-6 bulan yang
meliputi Energi (560 Kkal), Protein (12g), Lemak (13g), Vitamin A (350mg),
Vitamin C (30mg) akan semakin bertambah, sehingga mempengaruhi status gizi bayi
yang baik. Sayuran dan buah dapat meningkatkan kualitas ASI dikarenakan sayuran
hijau untuk menangkal anemi pada ibu dan bayi, sedangkan buah sebagai anti
oksidan agar ibu tidak mudah sakit. Pada tahap awal pemberian makanan
pendamping ASI, buah segar dapat menjadi pilihan pertama makanan pemula
pendamping ASI. Berbeda dari nasi dan makanan pokok lainnya, buah segar
mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, yaitu gula buah. Kemudahan gula buah
dicerna bayi mendekati ASI karena secara alami dilengkapi enzim pencernaan.
Oleh karena itu buah digolongkan dalam predigested
food atau semidigested food, yaitu
makanan yang sudah separuh cerna. Biasanya, bayi perlu menyesuaikan diri selama
4-5 hari. Walaupun demikian, patokan ini tidak mutlak karena keterampilan
makanan setiap bayi tidak sama (Apriadji, 2006:57-58).
Diharapkan pemberian makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan karena
pemberian makanan tambahan sangat diperlukan terutama untuk anak di atas umur
enam bulan yang sudah memerlukan makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan pemberian
makanan yang sesuai dengan kebutuhan bayinya sehingga akan mengurangi resiko yang terjadi
seperti sembelit dan diare. Disarankan juga bila ibu memberikan makanan
pendamping ASI lebih menekankan pemberian MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI hasil
olahan sendiri.
BAB
5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Sebagian
besar pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22
responden (64,7%) dan pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan
sebanyak 12 responden (35,3%).
2.
Sebagian
besar status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 responden (70,6%), status
gizi kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6 responden (17,6%) dan status gizi buruk
bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 responden (11,8%).
3.
Ada
hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi
bayi (0-6 bulan).
5.2 Saran
1.
Bagi
responden
Perlu meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian
MP-ASI yang benar dan tepat sehingga dapat mencegah resiko yang tidak baik
dikemudian hari.
2.
Bagi
peneliti
Penelitian tentang hubungan MP-ASI dini dengan status
gizi balita (0-6 bulan) dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
sehingga dapat mengaplikasikan dengan turut serta memberikan informasi tentang
pemberian MP-ASI yang tepat.
3.
Bagi
profesi kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipakai sebagai bahan masukan dalam memberikan intervensi dalam menanggulangi
praktek pemberian MP-ASI dini sehingga jumlah balita yang diberikan MP-ASI dini
dapat berkurang.
4. Bagi
peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
MP-ASI seperti mengenai komplikasi-komplikasi yang terjadi dengan mengambil
sampel yang lebih banyak.