Sabtu, 22 Juni 2013

hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto

BAB  1
PENDAHULUAN
  
1.1 Latar Belakang
KB Pil merupakan salah satu kontrasepsi hormonal yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang ditambahkan ke dalam tubuh seorang wanita dengan cara diminum (pil) Tujuan dari konsumsi pil KB adalah untuk mencegah, menghambat dan menjarangkan terjadinya kehamilan yang memang tidak diinginkan. Untuk itu kepatuhan untuk mengkonsumsi pil KB secara teratur sesuai dengan dengan petunjuk tenaga kesehatan harus dilakukan. Kepatuhan mengkonsumsi pil KB bertujuan agar manfaat konsumsi KB pil yaitu mencegah menghambat dan menjarangkan terjadinya kehamilan bisa dirasakan. Ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi pil KB tidak bisa menjamin bahwa akseptor KB pil terhindar dari kehamilan. Hal ini dikarenakan pengkonsumsian yang tidak teratur menjadikan pil KB tidak bisa bekerja secara optimal. Akan tetapi fenomena di lapangan menunjukkan bahwa sering kali akseptor KB pil tidak patuh dalam melakukan keteraturan mengkonsumsi pil KB. Ketidakpatuhan ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang KB pil. Mereka cenderung menghemat pengkonsumsian dengan meminum pil KB dibawah ukuran yang disarankan. Kebiasaan ini menyebabkan masih mungkinnya akseptor KB pil mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
Menurut WHO, tahun 2009 hampir 380 juta pasangan menjalankan keluarga berencana dan 65-75 juta diantaranya terutama di negeri berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu pil KB. Akan tetapi 5% dari jumlah tersebut penggunanya adalah tidak melakukan pengkonsumsian secara teratur sehingga beresiko terjadinya kehamilan (Hevitia, 2009). Data akseptor alat kontrasepsi kombinasi di  Daerah Tingkat I Jawa Timur tahun 2009 sebesar 75,82% dari keseluruhan pasangan usia subur, dengan perincian yang dipakai adalah suntikan (66%), pil (19%), dan implant atau susuk alat kontrasepsi (15%). Dari jumlah pengguna KB pil yang patuh  mengkonsumsi KB pil sesuai dengan petunjuk tenaga kesehatan hanya 54% (Pikas,2009). Di Kabupaten Mojokerto Data cakupan akseptor alat kontrasepsi hormonal tahun 2009 sebesar 15.345 akseptor dengan 40% diantaranya adalah akseptor KB pil. Dari jumlah tersebut yang masih mengeluh menemukan tanda – tanda kehamilan sebanyak 56%. Hal ini dikarenakan kebiasaan mengkonsumsi pil KB yang tidak teratur. Di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto bulan Maret tahun 2010 terdapat 38 akseptor kontrasepsi hormonal, semuanya memakai kontrasepsi jenis pil. Studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 1 April 2010 didapatkan data dari 10 akseptor KB pil yang patuh dan rutin mengkonsumsi pil KB sebanyak 4 orang (40%) sedangkan yang tidak patuh dan tidak rutin mengkonsumsi pil KB sebanyak 6 orang (60%).
Metode kontrasepsi pil bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim. Ada beberapa metode dalam kelompok alat kontrasepsi ini yakni berupa pil, suntikan dan susuk. Ketiganya efektif mengandung hormon dengan komposisi yang kurang lebih sama (Permata hati, 2009). Kontrasepsi oral kombinasi (pil) mengandung sintetik estrogen dan preparat progestin yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan FSH, mempertebal lendir mukosa servikal (leher rahim), dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium. Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi. Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsy). Akan tetapi ketidakteraturan mengonsumsi pil KB masih memungkinkan akseptor mengalami kehamilan. Hal ini dikarenakan ketidakteraturan pengkonsumsian menyebabkan hormon yang terkandung dalam pil KB tidak bisa bekerja dengan maksimal. Sehingga memungkinkan akseptor KB pil terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Kondisi ini bisa membuat akseptor KB pil panik hingga sehingga melakukan tindakan pengguguran kandungan yang beresiko tinggi, seperti aborsi. ( Depkes, 2010).
Oleh karena permasalahan diatas, sebagai tenaga kesehatan, yang harus dilakukan adalah upaya penyadaran pada akseptor KB pil  melalui pemberian informasi akan pentingnya rutinitas dalam mengkonsumsi KB pil. Disamping itu hendaknya akseptor KB pil  selalu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan seputar KB pil. Konsultasi rutin bisa menyebabkan akseptor KB pil bisa patuh melakukan pengkonsumsian KB pil dengan teratur. Selain itu penyuluhan pada  akseptor KB pil tentang pentingnya melakukan keteraturan pengkonsumsian bisa dengan cara penyuluhan melalui posyandu. Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.

1.2 Rumusan masalah
Bagaimana hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB  dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny.”TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.      Mengidentifikasi pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB di BPS
Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto
2.      Mengidentidikasi kepatuhan akseptor KB pil dalam mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
3.      Menganalisis hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan kepada responden agar selalu menjaga keteraturan mengkonsumsi pil KB untuk mendapatkan manfaat maksimal dari konsumsi pil KB yaitu tercegahnya responden dari kehamilan.
1.4.2 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya keteraturan konsumsi pil KB bahwa kepatuhan dalam keteraturan konsumsi bisa mencegah kehamilan dan ketidakpatuhan dalam konsumsi tidak menjamin tercegahnya kehamilan.
1.4.3 Bagi Profesi Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan yang bisa dipakai untuk meningkatkan kepatuhan akseptor KB pil untuk melakukan rutinitas konsumsi pil KB.
1.4.4 Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian selanjutnya bisa mengembangkan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi dengan jumlah responden yang lebih banyak dan wilayah penelitian yang lebih luas.
1.5 Batasan Penelitian

       Penelitian ini dibatasi hanya pada hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny. “TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan akseptor KB pil tidak dilakukan penelitian.


BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
  
4.1  Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPS Ny.“TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto terletak di wilayah timur Kota Mojokerto. Dengan wilayah kerja beberapa dusun meliputi : Dusun Tampung, Tirim, Sukorejo, Sarirejo, dan Ketawang. Di kecamatan Puri sendiri terdapat beberapa fasilitas kesehatan antara lain Puskesmas induk 1, Puskesmas pembantu 1, dan BPS sebanyak 5.
Adapun batas batas daerah penelitian ini adalah :
Sebelah timur                 : Desa Sambilawang
Sebelah utara                 : Desa Plososari
Sebelah barat                 : Desa Ndomes
Sebelah selatan              : Desa Mojogeneng
Fasilitas yang ada di BPS ini antara lain : 1 kamar periksa, 2 kamar bersalin, 1 kamar mandi untuk pasien,serta  memiliki alat partus set dan KB. Pelayanan BPS dibuka setiap hari mulai pukul 07.00 sampai pukul 21.00 yang melayani KIA dan KB, bila pasien inpartu pelayanan bisa sampai 24 jam.        

4.1.2 Data Umum
4.1.2.1 Umur
            Umur responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

No
Golongan Umur
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
< 20 tahun
21 -25 tahun
> 35  tahun
0
15
25
0
37.5
62.5

Jumlah
40
100
      Sumber : Data Primer 2010


  Berdasarkan Tabel 4.1 sebagian besar responden berumur > 35 tahun yaitu sebanyak 25 responden (62.5%).
4.2.1.2 Pendidikan
             Pendidikan responden dalam penelitian ini dapat di lihat dalam Tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2  Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan

No
Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
SD
SMP
SMA
Akademi
20
15
3
2
50
37.5
7.5
5

Jumlah
40
100
       Sumber : Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 4.2 sebagian besar dari responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 20 responden (50%).
4.2.1.3 Pekerjaan
             Pekerjaan responden dalam penelitian ini dapat di lihat dalam Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3  Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan

No
Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
Bekerja
Tidak bekerja
14
26
35
65

Jumlah
40
100
                     Sumber : Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa > 50% responden tidak bekerja yaitu sebanyak 26 responden (65%).
        4.1.3 Data Khusus
        4.2.3.1 Pengetahuan
   Pengetahuan responden dalam penelitian ini dapat di lihat dalam        Tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4  Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan

No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Kurang
Cukup
Baik
4
23
13
10
57.5
32.5

Jumlah
40
100
                      Sumber : Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 4.4 lebih dari 50% responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 23 responden (57.5%).
            4.2.3.2 Kepatuhan
Kepatuhan responden dalam penelitian ini dapat di lihat dalam Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5  Distribusi Frekuensi Kepatuhan Mengkonsumsi pil KB

No
Kepatuhan Mengkonsumsi Pil KB
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
Patuh
Tidak patuh
21
19
52.5
47.5

Jumlah
40
100.0
                      Sumber : Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas didapatkan data > 50% responden patuh dalam mengkonsumsi pil KB yaitu sebanyak 21 responden (52.5%).
4.1.3.3 Tabulasi silang antara pengetahuan dengan kepatuhan      mengkonsumsi pil KB.
Tabulasi silang antara pengetahuan dengan kepatuhan mengkonsumsi pil KB. dalam penelitian ini dapat di lihat dalam Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan  Mengkonsumsi Pil KB.
Pengetahuan
Kepatuhan Mengkonsumsi Pil KB
Jumlah
%
Patuh
%
Tidak patuh
%
Kurang                
0
0
4
10
4
10
Cukup
11
27,5
12
30
23
57,5
Baik
10
25
3
7,5
13
32,5
Jumlah
21
52,5
19
47,5
40
100
                    Sumber : Data Primer 2010
Dari tabulasi silang di atas menunjukan dari 40 responden, dimana dari 4 (10%) responden tergolong berpengetahuan kurang semuanya tidak patuh mengkonsumsi pil KB, dari 23 (57,5%) responden yang tergolong berpengetahuan cukup di dapatkan 11 (27,5%) responden patuh mengkonsumsi pil KB dan 12 (30%) responden tidak patuh mengkonsumsi pil KB, sedangkan dari 13 (32,5%) responden tergolong berpengetahuan baik di dapatkan 10 (25%) responden yang patuh mengkonsumsi pil KB dan 3 (7,5%) responden tidak  patuh mengkonsumsi pil KB.
Hasil analisis ditemukan nilai probabilitas sebesar 0.005, karena 0.005 < α (0.05) berarti H1 diterima yang artinya ada hubungan pengetahuan akseptor KB pil tentang Pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi Pil KB di BPS Ny.”TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto dengan tingkat signifikansi 0,005.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengetahuan akseptor KB Pil Tentang pil KB
Pada penelitian didapatkan data responden yang jarang  dimengerti oleh akseptor KB Pil mulai dari jenis – jenis, efek samping, manfaat, keteraturan mengkonsumsi dan definisi. Berdasarkan Tabel 4.4 responden yang berpengetahuan kurang sebanyak 4 responden (10%), responden yang berpengetahuan cukup sebanyak 23 responden (57.5%) responden yang berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (32.5%).
Jenis – jenis KB Pil antara lain Progestin dan Estrogen, Pil Kontrasepsi Darurat dan Pil KB Terpadu, efek samping terdiri dari Efek Samping Jangka  Pendek Efek Samping Jangka Panjang. Manfaat terdiri dari Mengurangi Masalah Yang Muncul Sebab Haid Melindungi Dari Kanker Indung Telur. Keteraturan mengkonsumsi adalah jika Diminum 1 hari 1 kali, Diminum pada jam yang sama, Bila 1 hari mengkonsumsi maka harus diminum di hari berikutnya dan Bila 2 hari tidak mengkonsumsi maka selama 1 minggu, ketika bersenggama harus memakai kondom. Definisi Pil KB merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang banyak digunakan. Pil KB disukai karena relatif mudah didapat dan digunakan, serta harganya murah (Warta Medika, 2010).
Lebih dari 50% responden berpengetahuan cukup berarti rata – rata responden dianggap mengerti tentang KB pil dan semua hal yang berhubungan antara lain jenis – jenis, efek samping, manfaat, keteraturan mengkonsumsi dan definisi.
Disarankan supaya responden lebih meningkatkan pengetahuannya tentang KB pil dan manfaat yang terkandung. Hal ini bisa dilakukan d engan melakukan kunjungan ke posyandu atau melakukan konseling dengan bidan desa. Disamping itu hendaknya responden juga menambah pengetahunannya tentang KB  pil baik dari buku atau media cetak lainnya.
Hasil analisis ini didukung oleh umur responden. Berdasarkan Tabel 4.1 sebagian besar responden berumur > 35 tahun yaitu sebanyak 25 responden (62.5%).
Singgih (2010) (dalam Irfan, 2010) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik. Bertambahnya pengalaman menyebabkan bertambahnya kedewasaan seseorang. Hal ini membuat seseorang semakin patuh dalam memegang suatu prinsip ataupun melaksanakan suatu anjuran, sebatas anjuran tersebut dinilai bermanfaat untuk diri mereka.
Dengan demikian responden yang berusia lebih dewasa akan lebih banyak memperoleh pengetahuan tentang KB pil, daripada yang berumur lebih muda. Namun sebaliknya responden yang berumur lebih muda masih terbatas dalam berpikir saja tanpa mempunyai pengaruh pada setiap keputusan dan tindakannya. Dengan demikian semakin tua umur responden maka pengetahuan tentang KB pil akan semakin bertambah pula. Keadaan ini disebabkan karena waktu untuk mendapatkan pengetahuan tentang KB pil lebih lama.
Hasil analisis juga dipengaruhi oleh pekerjaan responden. Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa > 50% responden tidak bekerja yaitu sebanyak 26 responden (65%).
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi sehingga ilmu pengetahuan yang mereka miliki menjadi berkurang. Menurut Zuhri (2010) kurangnya pengetahuan menyebabkan kesadaran akan pentingnya beberapa kebiasaan menjadi berkurang. Seseorang akan cenderung meremehkan suatu kebiasaan katika pengetahuan tentang kebiasan tersebut tidak begitu dipahami.
Responden yang tidak bekerja akan lebih banyak menerima pengetahuan dan informasi daripada responden yang bekerja. Keluangan waktu yang dimilikinya membuat responden bisa lebih leluasa mengikuti penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh tenaga kesehatan dan punya waktu lebih banyak dalam mengakses informasi tentang KB pil. Berbeda dengan responden yang bekerja, mereka akan lebih sedikit mempunyai waktu luang untuk mengakses pengetahuan terutama yang berhubungan dengan KB pil. Tentunya responden dengan status bekerja akan selalu disibukkan dengan pekerjaannya masing – masing daripada disibukkan dengan hal – hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang di kerjakan.
4.2.2 Kepatuhan Mengkonsumsi pil KB
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas didapatkan data > 50% responden patuh dalam mengkonsumsi pil KB yaitu sebanyak 21 responden (52.5%). Kepatuhan adalah disiplin dan taat. Sacket mendefinisikan kepatuhan sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Lailiah, 2010).
Menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat  mendukung sikap patuh pasien, diantaranya :
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku dan lain-lain. Akomodasi, suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang lebih mandiri, harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan sementara pasien yang  tingkat intensitasnya tinggi harus diturunkan terlebih dahulu. Tingkat intensitas yang terlalu tinggi atau rendah, akan membuat kepatuhan pasien berkurang.Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan, seperti pengurangan berat badan dan lainnya. Perubahan model terapi, program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah suatu yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis. (Lailiah, 2010)
Keteraturan mengonsumsi pil KB masih memungkinkan akseptor mengalami kehamilan. Hal ini dikarenakan keteraturan pengkonsumsian menyebabkan hormon yang terkandung dalam pil KB bekerja dengan maksimal. Sehingga memungkinkan akseptor KB pil tidak mengalami  kehamilan yang tidak diinginkan ( Depkes, 2010).
Lebih dari 50% responden patuh dalam mengkonsumsi pil KB berarti responden mengkonsumsi pil KB sesuai dengan petunjuk tenaga kesehatan. Responden mengkonsumsi secara teratur dan tepat waktu. Keteraturan dalam mengkonsumsi pil KB dilihat dari minum 1  hari 1 kali, minum pada jam yang sama, bila 1 hari tidak mengkonsumsi maka harus   di minum   di hari berikut nya, bila 2 hari tidak mengkonsumsi maka selama 1 minggu ketika bersenggama harus memakai kondom.

4.2.3 Hubungan Pengetahuan Akseptor KB Pil Tentang Pil KB Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi.
Hasil uji analisis dengan menggunakan bantuan software SPSS menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan akseptor KB Pil tentang Pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny.”TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto dengan tingkat signifikansi 0,005. Dari nilai tersebut dapat diartikan bahwa H1 diterima dan Ho ditolak yang berarti ada hubungan pengetahuan akseptor KB Pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny.”TE”, Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto dengan tingkat signifikansi 0,005.
Metode kontrasepsi pil bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim. Kontrasepsi oral kombinasi (pil) mengandung sintetik estrogen dan preparat progestin yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan FSH, mempertebal lendir mukosa servikal (leher rahim), dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium. Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi. Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsy) (Depkes, 2010).
Pengetahuan responden yang baik tentang KB pil menyebabkan mereka patuh dalam mengkonsumsi pil KB. Kepatuhan ini dibuktikan dengan keteraturan mengonsumsi pil KB sehingga memungkinkan akseptor sulit untuk mengalami kehamilan. Hal ini dikarenakan keteraturan pengkonsumsian menyebabkan hormon yang terkandung dalam pil KB bisa bekerja dengan maksimal. Sehingga memungkinkan akseptor KB pil tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
Yang harus dilakukan adalah upaya penyadaran pada akseptor KB pil  melalui pemberian informasi akan pentingnya rutinitas dalam mengkonsumsi KB pil. Disamping itu hendaknya akseptor KB pil  selalu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan seputar KB pil. Konsultasi rutin bisa menyebabkan akseptor KB pil bisa patuh melakukan pengkonsumsian KB pil dengan teratur. Selain itu penyuluhan pada  akseptor KB pil tentang pentingnya melakukan keteraturan pengkonsumsian bisa dengan cara penyuluhan melalui posyandu.


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.      Pengetahuan responden tentang KB Pil didapatkan lebih dari 50% responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 23 responden (57.5%).
2.      Kepatuhan responden dalam mengkonsumsi pil KB menunjukkan bahwa > 50% responden patuh dalam mengkonsumsi pil KB yaitu sebanyak 21 responden (52.5%).
3.      Hasil analisis menunjukkan ada hubungan pengetahuan akseptor KB Pil tentang pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi di BPS Ny.”TE”,  Desa Tampongrejo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto dengan tingkat signifikansi 0,005.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Supaya hasil penelitian ini bisa memberikan pengetahuan kepada responden agar selalu menjaga keteraturan mengkonsumsi pil KB untuk mendapatkan manfaat maksimal dari konsumsi pil KB yaitu tercegahnya responden dari kehamilan.
5.2.2 Bagi Penelitian
Supaya hasil penelitian ini bisa digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya keteraturan konsumsi pil KB yaitu bahwa kepatuhan dalam keteraturan konsumsi bisa mencegah kehamilan dan ketidakpatuhan dalam konsumsi tidak menjamin tercegahnya kehamilan.
5.2.3 Bagi Profesi Kebidanan
Supaya hasil penelitian ini digunakan dalam upaya memberikan masukan untuk meningkatkan kepatuhan akseptor pil KB untuk melakukan rutinitas konsumsi pil KB.
5.2.4 Bagi Penelitian Selanjutnya
Supaya hasil penelitian ini digunakan untuk mengembangkan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan akseptor pil KB dengan kepatuhan mengkonsumsi pil KB dengan jumlah responden yang lebih banyak dan wilayah penelitian yang lebih luas.
  

GAMBARAN FAKTOR PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, DAN PENGALAMAN PENYEBAB TINGGINYA AKSEPTOR KB SUNTIK DI BPS NY. N DESA BELIK KECAMATAN TRAWAS KABUPATEN MOJOKERTO

ABSTRAK


Gambaran Faktor Pendidikan, Pengetahuan, dan Pengalaman, Penyebab Tingginya Akseptor KB Suntik di BPS Ny. N Desa Belik
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto

Asih Kanti Wahyu K.

                 Kontrasepsi suntik adalah hormon progesterone / hormon estrogen yang disuntikkan  ke pantat atau otot panggul secara IM (Intra Muscular) setiap 3 bulan atau 1 bulan sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyebab utama tingginya akseptor KB suntik di BPS Ny. N Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.
                 Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif  dengan jumlah populasi 58 responden. Metode sampling yang digunakan adalah Non Random (Non Probability) sampling dengan  menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 34 responden. Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran faktor pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman penyebab tingginya akseptor KB suntik. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.
            Hasil penelitian sebagian besar responden berpendidikan dasar sebanyak 19 orang (56%), responden berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang (70%), dan responden yang mengalami pengalaman buruk sebanyak 20 orang (59%).
            Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh sebagai penyebab tingginya pemakaian KB suntik adalah faktor pengetahuan. Disarankan bagi responden untuk mau mencari informasi dan bertanya pada petugas kesehatan mengenai KB agar KB yang digunakan bisa bekerja secara maksimal bagi dirinya dengan aman.


Kata Kunci : KB suntik, pendidikan, pengetahuan, pengalaman

ABSTRACT
The Description of Education Factor, Knowledge, and Experience connected to the Large Number of KB injection Acceptor Causes in BPS Mrs N Belik Village
 Trawas Mojokerto

Asih Kanti Wahyu K.

Contraception injection is progesterone hormone or estrogen hormone which is inseminated in to flank muscle by IM (Intra Muscular) every 3 months or once a months. This research is purposed to know the main cause of the large number of KB injection acceptor in BPS Mrs. N Belik Village Trawas  Mojokerto.
This research use descriptive method and the number of population are 58 respondents. Sampling method which is used is the Non Random (Non Probability) sampling. To get 34 people as samples, used purposive sampling. The variable of this research is the education factor, knowledge, and experience about the cause of large number of KB injection acceptor. Quitionaires are used for collecting the data and information.
The result of research showed that most of the respondentsts have basic education are 19 people (56%), there are 24 less educated people (70%), and unexperienced respondentsts are(59%).
 From the research, it can be concluded that the main factor of the large number of KB injection acceptor is knowledge background. It is suggested to the respondents to ask for information and ask to health officer the things concern to KB to maximalize the use and the safety of KB for theirselves.


Keyword: KB injection, education, knowledge, experience.




                                                                 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
 Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu diikuti dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah, sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban dari pada modal pembangunan (BKKBN, 2008). Untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk pemerintah mulai menggalakkan kembali program Keluarga Berencana Nasional dengan perubahan visi dari mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun salah satu misi yang dijalankan dalam rangka mencapai visi tersebut adalah meningkatkan kualitas pelayana KB dan Kesehatan reproduksi (Saifuddin, 2006).
1
 
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB yang salah satunya adalah penyediaan alat kontrasepsi. Saat ini tersedia banyak metode atau alat kontrasepsi meliputi IUD, suntik, pil, implant, kontap, kondom (BKKBN, 2004). Dari sekian banyak alat kontrasepsi yang beredar di masyarakat alat kontrasepsi yang paling popular di Indonesia adalah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik merupakan alat kontrasepsi yang berupa cairan yang berisikan hormon progesterone  ataupun estrogen dan progesterone yang disuntikkan dalam tubuh wanita secara periodik (DEPKES, 2000).
Kontrasepsi suntik selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kekurangan. Kekurangan kontrasepsi suntik adalah perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid, amenorea dan keluhan-keluhan lain seperti nyeri kepala/pusing, perasaan mual, nyeri payudara,  serta peningkatan/ penurunan  berat badan (Syaifuddin, 2006: MK-55). Salah satu efek samping dari kontrasepsi suntik yang paling memberikan masalah atau ketidaknyamanan adalah spotting, dimana akseptor lebih cenderung merasa takut dan cemas.
Menurut data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan januari 2010 pencapaian akseptor KB baru yaitu 554.495 peserta, dan untuk  metode per kontrasepsi pada bulan Januari 2010,  jenis kontrasepsi suntik 294.468 peserta (53,11%), pil 160.401 peserta (28,93%), Intra Uterine Device (IUD) 25.195 peserta (4,63%), implant sebanyak 31.922 peserta (5,77%),  Metoda Operasi Wanita (MOW) 5.408 peserta (0,99%), Medis Operasi Pria (MOP) 643 peserta (0,12%), serta Kondom 36.458 peserta (6,57%). Sedangkan  untuk wilayah Jawa Timur pada bulan Januari 2010 terdapat pencapaian peserta KB baru sebanyak 76.422 peserta, dan untuk  metode per kontrasepsi pada bulan Januari 2010, jenis suntik 47.282 peserta (61,87%), implant sebanyak 3.609 peserta (4,72%), pil 17.980 peserta (23,52%), Intra Uterine Device (IUD) 3.739 peserta (4,89%), Metoda Operasi Wanita (MOW) 1.025 peserta (1,34%), Medis Operasi Pria (MOP) 1.59 peserta (0,2%), serta Kondom 2.628 peserta (3,44%). (BKKBN 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mojokerto (BPP dan KB) tahun 2009 didapatkan jumlah akseptor KB mencapai 14.972 orang dengan prosentase jumlah akseptor KB suntik 52,60%, pil 14,15%, IUD 16,91%, MOW 11,69%, implant 2,91 %, kondom 1,42 %, MOP 0,28%. Dan berdasarkan data yang diambil dari Register KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama bulan Januari sampai Maret 2010 jumlah seluruh akseptor KB adalah 80 orang yang terdiri dari akseptor KB suntik 3 bulan yaitu 32 (40%), dan akseptor KB suntik 1 bulan yaitu 10 (12,5%). Berdasarkan hasil  kegiatan pelayanan kasus efek samping pada bulan Desember 2009 di Jawa Timur, pelayanan kasus efek samping yang tertinggi dari peserta KB suntik yaitu sebesar 2.672 kasus atau 54,8 %, berikutnya diikuti peserta IUD sebesar 951 kasus atau 19,5 %. Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada peserta KB kondom yaitu sebesar 0,0 %. (BKKBN, 2009). Sedangkan data efek samping yang diambil dari kartu status peserta  KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama tahun 2009, kontrasepsi suntik yang mengalami  spotting  sebanyak 106 orang (31, 26%) dari 339 akseptor kontrasepsi suntik , amenorrhoe sebanyak 95 orang (28,02%) dari 339 akseptor.
Untuk menangani masalah spotting tersebut pada prinsipnya tidak memerlukan pengobatan. Sehingga untuk menanggulangi terjadinya masalah spotting pada akseptor kontrasepsi suntik, bidan diharapkan mampu memberikan konseling tentang  efek samping kontrasepsi suntik dengan sebaik-baiknya sehingga akseptor bisa memahami bahwa spotting yang mereka alami merupakan salah satu efek samping dari pemakaian kontrasepsi suntik.
      Berdasarkan data tersebut, sangat perlu untuk dilakukan penelitian karena merupakan masalah penelitian mengenai hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan : Adakah hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting?
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.

1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Mengidentifikasi pemakaian kontrasepsi suntik di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
  2. Mengidentifikasi terjadinya spotting pada pemakaian kontrasepsi suntik di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
  3. Menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Responden
      Diharapkan responden dapat memperoleh tambahan informasi tentang penyebab terjadinya spotting selama pemakaian alat kontrasepsi suntik 3 bulan ataupun 1 bulan. Serta diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan bahan pertimbangan dalam memilih alat kontrasepsi bagi calon akseptor KB.
1.4.2        Bagi Peneliti
            Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian tentang kontrasepsi suntik.
1.4.3        Bagi Profesi Kebidanan
            Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi pada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.5    Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya meneliti tentang pemakaian kontrasepsi suntik yang meliputi pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dan 1 bulan dengan terjadinya spotting yang meliputi lama terjadinya spotting sedangkan faktor-faktor predisposisi terjadinya spotting tidak diteliti.

 BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1    Gambaran Umum Lokasi Penelitian
            Di BPS Ny N di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto ini memberikan pelayanan KIA dan KB, memiliki ruang periksa, ruang tunggu, ruang neonatus, ruang bersalin, dan kamar mandi. Batas- batas Geografis Desa Belik adalah sebagai berikut :
a.       Sebelah Barat                   : Desa Ketapanrame
b.      Sebelah Selatan                : Desa Tamiajeng        
c.       Sebelah Timur                  : Desa Duyung
 d.   Sebelah Utara                  : Desa Kesiman
           
 4.1.2    Data Umum
4.1.2.1 Usia Pemakai KB Suntik
Tabel 4.1  Karakteristik responden berdasarkan usia pemakai KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
Umur
Frekuensi
%
1
2
3
19 – 24 tahun
25 – 30 tahun
31 - 36 tahun
8
14
12
24
41
35

Jumlah
34
100
Sumber : Data primer Juli 2010
          Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa usia pemakai KB suntik  hampir setengahnya adalah usia 25 - 30 tahun sebanyak 14 responden (41%).

4.1.2.2  Jenis pekerjaan
Tabel  4.2        Karakteristik responden  berdasarkan jenis pekerjaan para pemakai KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010

No
Kriteria
Frekuensi
%
1
2
3
4
IRT
Swasta
Petani/ buruh tani
PNS
16
9
8
1
47
26
23
4

Jumlah
34
100
Sumber : Data primer Juli 2010
            Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hampir setengahnya pekerjaan pemakai KB suntik adalah IRT sebanyak 16 responden (47%).
  
4.1.3    Data Khusus
4.1.3.1 Distribusi Gambaran Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi gambaran pendidikan akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
Pendidikan
Frekuensi
%
1.
2.
3.
Tinggi
Menengah
Dasar
3
12
19
9
35
56
jumlah
34
100
Sumber : Data primer Juli 2010
            Dari Tabel 4.3 dapat dianalisis bahwa sebagian besar jumlah akseptor KB suntik berpendidikan dasar yaitu sebanyak 19 orang (56%).

4.1.3.2 Distribusi Gambaran Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi gambaran pengetahuan akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
Pengetahuan
Frekuensi
%
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
2
8
24
6
24
70
jumlah
34
100
Sumber : Data primer Juli 2010
Dari Tabel 4.4 dapat dianalisis bahwa sebagian besar akseptor memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 24 orang (70%).

4.1.3.3 Distribusi Gambaran Pengalaman
Tabel 4.5 Distribusi gambaran pengalaman akseptor KB suntik di BPS Ny. N desa Belik Kecamatan Trawas Kab. Mojokerto pada 10 Juli sampai 31 Juli 2010
No
Pengalaman
Frekuensi
%
1.
2.
Baik
Buruk
14
20

41
59
jumlah
34
100
Sumber : Data primer Juli 2010
            Dari Tabel 4.5 dapat dianalisis bahwa sebagian besar akseptor KB suntik mengalami pengalaman buruk yaitu sebanyak 20 orang (59%).

4.1.4.1 Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan usia
Distribusi pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6  Tabulasi Silang Antara Pendidikan Akseptor KB Suntik berdasarkan Usia di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.



No



Usia
(tahun)
Pendidikan akseptor KB Suntik


Jumlah
Tinggi
Menengah
Rendah
%
%
%
%
1.
2.
3.

19 - 24
25 - 30
31 - 36
1
2
0
12
14
0
4
6
2
50
43
17
3
6
10
38
43
83
8
14
12
100
100
100
Jumlah
3
9
12
35
19
56
34
100
Sumber : Data Primer,  2010.

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa 10  responden (83 %) berpendidikan rendah berusia 31 – 36 tahun.
.
4.1.4.2 Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan usia
Distribusi pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.7  Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Akseptor Tentang KB Suntik berdasarkan Usia di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.



No
Usia
(tahun)
Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik


Jumlah
Baik
Cukup
Kurang
%
%
%
%
1.
2.
3.
19 – 24
25 – 30
31 – 36
0
1
1
0
7
8
1
4
3
13
29
25
7
9
8
87
64
67
8
14
12
100
100
100
Jumlah
2
6
8
24
24
70
34
100
Sumber : Data Primer,  2010.

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa 7  responden (87 %) berpengetahuan kurang berusia 19 - 24 tahun.

4.1.4.3 Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan usia
Distribusi pengalaman ibu tentang tumbuh KB suntik berrdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8  Tabulasi Silang Antara Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik Berdasarkan Usia di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.




No
Usia
         (tahun)
Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik


Jumlah
Baik
Buruk
%
%
%
1.
2.
3.
19 – 24
25 -30
31 – 36
3
5
6
37
36
50
5
9
6
63
64
50
8
14
12
100
100
100
Jumlah
14
41
20
59
34
100
Sumber : Data Primer,  2010.
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa terdapat 14  responden berusia 25 – 30 tahun dan 9 responden (64%) mengalami pengalaman buruk dalam ber-KB.

4.1.4.4 Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan
Distribusi pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.9  Tabulasi Silang Antara Pendidikan Akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.



No



Pekerjaan
Pendidikan akseptor KB Suntik


Jumlah
Tinggi
Menengah
Dasar
%
%
%
%
1
2
3
4
IRT
Swasta
Petani
PNS
1
1
0
1
6
11
0
100
4
6
2
0
25
67
25
0
11
2
6
0
69
22
75
0
16
9
8
1
100
100
100
100
Jumlah
3

12

19

34
100
Sumber : Data Primer,  2010.

Berdasarkan Tabel 4.9 menunjukkan bahwa terdapat 1 responden yang bekerja sebagai PNS yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
4.1.4.5 Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan pekerjaan
Distribusi pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.10      Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Akseptor Tentang KB Suntik berdasarkan pekerjaan di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.



No
Pekerjaan  
Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik


Jumlah
Baik
Cukup
Kurang
%
%
%
%
1.
2.
3.
4.
IRT
Swasta
Petani
  PNS
0
2
0
0
0
22
0
0
4
1
2
1
25
11
25
100
12
6
6
0
75
67
75
0
16
9
8
1
100
100
100
100
Jumlah
2
6
8
23
24
71
34
100
Sumber : Data Primer,  2010.

Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa terdapat 1 responden yang berpengetahuan cukup dan bekerja sebagai PNS.
4.1.4.6 Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan pekerjaan
Distribusi pengalaman ibu tentang tumbuh KB suntik berrdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.11      Tabulasi Silang Antara Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik Berdasarkan pekerjaan di Desa Belik Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto.




No
Pekerjaan
Pengalaman Ibu Tentang KB Suntik


Jumlah
Baik
Buruk
%
%
%
 1.
2.
3.
4
IRT
Swasta
Petani
  PNS
4
3
7
0
25
33
88
0
12
6
1
1
75
67
12
100
16
9
8
1
100
100
100
Jumlah
14
41
20
59
34
100
Sumber : Data Primer,  2010.
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa terdapat 20 (59%) responden mengalami pengalaman buruk dan 12 (75%) diantaranya bekerja sebagai IRT.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran pendidikan akseptor KB suntik
            Hasil penelitian pada Tabel 4.1 didapatkan gambaran bahwa sebagian besar jumlah akseptor KB suntik berpendidikan dasar yaitu sebanyak 19 orang (56%), berpendidikan menengah sebanyak 12 responden (35%), dan memiliki tingkat pendidikan tinggi sejumlah 3 responden (9%).
Berdasarkan teori bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).  Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang baik tentang KB Suntik dibandingkan responden yang berpendidikan rendah.  Pendidikan formal responden yang sebagian besar sekolah dasar akan lebih sulit menerima informasi yang datang dari luar.  Mereka bahkan cenderung akan mempertahankan informasi turun temurun tentang berbagai hal daripada mereka yang berpendidikan tinggi dan menengah.  Dari hasil penelitian di atas ternyata ada hubungan dengan teori yang ada, yaitu makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menyerap dan memahami apabila mendapat informasi mengenai alat kontrasepsi.  Oleh sebab itu peningkatan pengetahuan ibu melalui pendidikan nonformal oleh petugas kesehatan tentang alat kontrasepsi sangat diperlukan untuk mengenalkan berbagai alkon KB.  
4.2.2 Gambaran pengetahuan akseptor KB suntik
            Hasil analisis pada Tabel 4.2 didapatkan gambaran bahwa lebih dari setengah  akseptor KB memiliki pengetahuan yang kurang mengenai KB sebanyak 24 akseptor (70%), 8 akseptor (24%) memiliki pengetahuan yang cukup, sedangkan yang memiliki pengetahuan baik mengenai KB hanya 2 akseptor (6%).
            Berdasarkan teori pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan didapat tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja tetapi juga dari informasi yang diberikan dari orang- orang yang memahami benar tentang apa yang diinformasikannya, perilaku yang didasari atas pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tanpa didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003: 128).
            Respopnden dengan pengetahuan yang cukup dan tinggi tidak hanya mendapatkan pengetahuan mengenai KB suntik dalam pendidikan formal, namun responden mendapatkan pengetahuan itu dari pergaulan dan pengalaman. Sedangkan responden dengan pengetahuan kurang memiliki keterbatasan pengetahuan sebagai akibat dari sulitnya menerima masukan dan informasi baru.
4.2.3 Gambaran pengalaman akseptor KB suntik
            Hasil penelitian pada Tabel 4.3 didapatkan gambaran bahwa akseptor yang mengalami pengalaman buruk sebagian besar ada 20 akseptor (59%) dan yang mengalami pengalaman baik sebanyak 14 akseptor (41%).
            Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 2002: 13). Semakin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga akan bertambah. Belajar dari pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku kita  (Purwanto, 2004: 47).
Banyaknya para responden yang mengalami kecemasan akibat pengalaman buruk dikarenakan pendidikan dan pengetahuan yang kurang sehingga informasi yang didapat atau diperoleh kurang maksimal. Meskipun pengalaman itu tidak dialami sendiri oleh responden, tapi hal ini sangat mempengaruhi kepercayaan responden. Saat responden mengalami pengalaman buruk, ada dua sikap yang diambil oleh responden. Bagi responden dengan tingkat pendidikan tinggi mereka akan mencari informasi untuk menemukan solusi terbaik. Bagi responden dengan pendidikan rendah mereka lebih banyak mengabaikan sehingga seringkali efek samping yang dialami akan menambah daftar pengalaman buruk menjadi semakin buruk.
4.2.4    Gambaran Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan usia
            Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pendidikan akseptor KB suntik berdasarkan usia sebagian besar berusia 31 – 36 tahun (83%) berpendidikan rendah.
   Berdasarkan teori bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).  Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang berpendidikan dasar lebih banyak dari responden dengan pendidikan menengah. Hal ini cukup erat kaitannya dengan tingkat kepercayaan yang berkembang pada masyarakat bahwa seorang wanita tidak memerlukan pendidikan formal yang berkembang pada masa itu.
 4.2.4   Gambaran Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan usia
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan akseptor KB Suntik berdasarkan usia 19- 24 tahun sebagian besar adalah pengetahuan kurang, yaitu 7 responden (87%) dari 8 responden.
Berdasarkan teori, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Supanto, 2001).  Dari segi kepercayaan pada seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya orang dari pada orang yang belum tinggi kedewasaannya.  Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.  Makin tua usia seseorang makin konstruktif dalam menggunakan coping terhadap masalah (Nursalam dan Pariani, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan bertambahnya usia seseorang, maka tingkat pengetahuannya menjadi lebih matang.  Hal ini dibuktikan bahwa pada saat penelitian responden yang cukup usianya lebih antusias dan lebih tanggap tentang hal-hal yang dijelaskan terhadap maksud dari pengisian kuesioner.  Hal ini dikarenakan responden yang cukup usianya tidak canggung lagi untuk mengkomunikasikan yang berkaitan dengan KB Suntik.  Akan tetapi usia bukan faktor utama yang menentukan pengetahuan responden tentang KB Suntik, karena dengan usia yang cukup belum tentu berpengetahuan baik apabila tidak didukung dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan. 
4.2.5    Gambaran Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14  responden berusia 25 – 30 tahun dan 9 diantaranya (64%) mengalami pengalaman buruk dalam ber-KB.
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 2002: 13). Semakin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga akan bertambah. Belajar dari pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku kita  (Purwanto, 2004: 47).
Bila dilihat hasil penelitian tersebut, maka semakin bertambah umur seseorang, maka pengalaman yang diperoleh juga semakin banyak. Bila banyak pengalaman baik yang diperoleh, maka pengalaman baik itulah yang akan ditularkan pada orang lain. Sebaliknya pula bila banyak pengalaman buruk yang diperoleh maka pengalaman buruk itu yang diterima oleh orang- orang disekitarnya.
4.2.6    Gambaran Pendidikan akseptor KB Suntik berdasarkan pekerjaan
            Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa pendidikan responden berdasarkan pekerjaan dari 8 orang petani 6 responden (75%) berpendidikan dasar.
   Berdasarkan teori bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).  Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Siti Pariani, 2001). Dengan adanya pekerjaan, seseorang akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian (Nursalam dan Pariani, 2001).  Seorang wanita yang telah memasuki lapangan kerja, mereka dengan sendirinya mengurangi waktunya untuk mengurus rumah, balita bahkan suaminya (Yuneita, 2005). 
   Oleh karena adanya hubungan antara pekerjaan dan pendidikan, responden berusaha mendapatkan pekerjaan sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Hal ini juga akan berhubungan dengan rekan kerja mereka. Semakin tinggi pendidikan rekan kerja mereka maka semakin banyak informasi yang mereka terima. Begitu pula sebaliknya.
4.2.7    Gambaran Pengetahuan akseptor tentang KB Suntik berdasarkan
Pekerjaan
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa 12 responden (75%) dari 16 responden yang bekerja sebagai IRT memiliki tingkan pengetahuan yang kurang mengenai KB suntik.
   Dengan adanya pekerjaan, seseorang akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian (Nursalam dan Pariani, 2001).  Seorang wanita yang telah memasuki lapangan kerja, mereka dengan sendirinya mengurangi waktunya untuk mengurus rumah, balita bahkan suaminya (Yuneita, 2005). 
   Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai IRT memiliki pengetahuan yang kurang tentang KB suntik. Hal ini dikarenakan respopnden yang tidak bekerja memiliki wawasan yang kurang sebagai akibat dari kurangnya pergaulan dan informasi yang diterimanya. Informasi yang diterimanya hanya terbatas pada informasi formal.
4.2.8    Gambaran Pengalaman ibu tentang KB suntik berdasarkan pekerjaan
Dari hasil analisa data dapat diketahui bahwa terdapat 20 (59%) responden mengalami pengalaman buruk dan 12 (75%) diantaranya bekerja sebagai IRT.
Purwanto mengatakan semakin banyak pengalaman seseorang maka pengetahuannya juga akan bertambah. Belajar dari pengalaman merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku kita . Menurut Makmun, pengalaman dapat diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan antara lain melalui proses belajar, sebagian lagi seperti yang diperlihatkan oleh beberapa instrumen khusus (bakat), tergantung pada perkembangan umum individu yang bersangkutan.
Hal buruk yang dialami oleh responden merupakan efek samping dari KB Suntik. Namun bagi sebagian orang yang kebanyakan berprofesi sebagai IRT hal tersebut tidak dihiraukan atau tidak diatasi dan diantisipasi. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima sebab responden lebih sering dirumah dengan keluarga mereka dibandingkan berbagi informasi dengan akseptor KB yang lain.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.      Tingkat pendidikan 34 akseptor sebagian besar berpendidikan dasar sebanyak 19 akseptor (56%).
2.      Tingkat pengetahuan 34 akseptor sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang (70%).
3.      Tingkat pengalaman 34 akseptor sebagian besar mengalami pengalaman buruk sebanyak 20 akseptor (59%).
4.      Faktor yang paling berpengaruh pada tingginya penggunaan KB suntik adalah faktor pengetahuan. Dari 34 responden, 24 responden (70%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai KB.

5.2       Saran
5.2.1 Bagi Responden
            Diharapkan bagi para akseptor KB suntik bisa mengetahui efek samping, keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi tersebut, agar akseptor  tidak khawatir dalam menggunakan metode tersebut. Sehingga kontrasepsi yang dipilih merupakan kontrasepsi yang paling aman bagi dirinya.
5.2.2 Bagi Peneliti
            Diharapkan peneliti lebih meningkatkan pengetahuan tentang kontrasepsi hormonal yaitu suntik dan faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan KB. 

 
5.2.3 Bagi Profesi Kebidanan
            Bagi para bidan sebaiknya berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan program Keluarga Berencana dan lebih sering untuk memberikan penyuluhan tentang keuntungan, kerugian maupun efek samping dari kontrasepsi tersebut. Agar para akseptor merasa puas akan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan bisa memilih alat kontrasepsi sesuai yang diinginkan. Sehingga masyarakat tidak terpaku pada penggunaan KB suntik.
5.2.4 Bagi Penelitian Selanjutnya
Peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan meneliti faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pil, AKBK, AKDR, MAL, vasektomi, dan tubektomi. Memperluas sampel dan menggunakan instrument atau pertanyaan terstruktur yang telah diuji. Dan dalam pengolahan data menggunakan analisa data yang lebih efektif agar penelitian lebih representative untuk daerah luas.
Operasi Wanita (MOW) 5.408 peserta (0,99%), Medis Operasi Pria (MOP) 643 peserta (0,12%), serta Kondom 36.458 peserta (6,57%). Sedangkan  untuk wilayah Jawa Timur pada bulan Januari 2010 terdapat pencapaian peserta KB baru sebanyak 76.422 peserta, dan untuk  metode per kontrasepsi pada bulan Januari 2010, jenis suntik 47.282 peserta (61,87%), implant sebanyak 3.609 peserta (4,72%), pil 17.980 peserta (23,52%), Intra Uterine Device (IUD) 3.739 peserta (4,89%), Metoda Operasi Wanita (MOW) 1.025 peserta (1,34%), Medis Operasi Pria (MOP) 1.59 peserta (0,2%), serta Kondom 2.628 peserta (3,44%). (BKKBN 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mojokerto (BPP dan KB) tahun 2009 didapatkan jumlah akseptor KB mencapai 14.972 orang dengan prosentase jumlah akseptor KB suntik 52,60%, pil 14,15%, IUD 16,91%, MOW 11,69%, implant 2,91 %, kondom 1,42 %, MOP 0,28%. Dan berdasarkan data yang diambil dari Register KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama bulan Januari sampai Maret 2010 jumlah seluruh akseptor KB adalah 80 orang yang terdiri dari akseptor KB suntik 3 bulan yaitu 32 (40%), dan akseptor KB suntik 1 bulan yaitu 10 (12,5%). Berdasarkan hasil  kegiatan pelayanan kasus efek samping pada bulan Desember 2009 di Jawa Timur, pelayanan kasus efek samping yang tertinggi dari peserta KB suntik yaitu sebesar 2.672 kasus atau 54,8 %, berikutnya diikuti peserta IUD sebesar 951 kasus atau 19,5 %. Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada peserta KB kondom yaitu sebesar 0,0 %. (BKKBN, 2009). Sedangkan data efek samping yang diambil dari kartu status peserta  KB di BPS Koriyatin Pacet Mojokerto selama tahun 2009, kontrasepsi suntik yang mengalami  spotting  sebanyak 106 orang (31, 26%) dari 339 akseptor kontrasepsi suntik , amenorrhoe sebanyak 95 orang (28,02%) dari 339 akseptor.

Untuk menangani masalah spotting tersebut pada prinsipnya tidak memerlukan pengobatan. Sehingga untuk menanggulangi terjadinya masalah spotting pada akseptor kontrasepsi suntik, bidan diharapkan mampu memberikan konseling tentang  efek samping kontrasepsi suntik dengan sebaik-baiknya sehingga akseptor bisa memahami bahwa spotting yang mereka alami merupakan salah satu efek samping dari pemakaian kontrasepsi suntik.
      Berdasarkan data tersebut, sangat perlu untuk dilakukan penelitian karena merupakan masalah penelitian mengenai hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan : Adakah hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting?
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Mengidentifikasi pemakaian kontrasepsi suntik di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
  2. Mengidentifikasi terjadinya spotting pada pemakaian kontrasepsi suntik di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
  3. Menganalisis hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting di BPS Ny. Koriyatin, Amd. Keb. Desa Kuripansari Pacet Mojokerto.
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Responden
      Diharapkan responden dapat memperoleh tambahan informasi tentang penyebab terjadinya spotting selama pemakaian alat kontrasepsi suntik 3 bulan ataupun 1 bulan. Serta diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan bahan pertimbangan dalam memilih alat kontrasepsi bagi calon akseptor KB.
1.4.2        Bagi Peneliti
            Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian tentang kontrasepsi suntik.
1.4.3        Bagi Profesi Kebidanan
            Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi pada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan pemakaian kontrasepsi suntik dengan terjadinya spotting.
1.5    Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya meneliti tentang pemakaian kontrasepsi suntik yang meliputi pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dan 1 bulan dengan terjadinya spotting yang meliputi lama terjadinya spotting sedangkan faktor-faktor predisposisi terjadinya spotting tidak diteliti.